Kamis, 01 Oktober 2015

JOKOWI, SEGERALAH TETAPKAN ASAP SEBAGAI BENCANA NASIONAL NON ALAM

ASAP dari kebakaran hutan dan lahan masih meliputi kawasan Sumatera dan Kalimantan. Upaya pemadaman tak berhasil sepenuhnya sejauh ini mengurangi asap. ISPU (Indeks Standar Pencemaran Udara) masih berada pada tingkat berbahaya di beberapa kota. Menghindari korban berjatuhan dalam jangka pendek dan panjang, maka perlu segera Pemerintah Jokowi menetapkan daerah yang berlarut-laut tingkat ISPU dalam tingkat berbahaya sebagai kawasan bencana non alam.

Karena kejadian asap ini sudah lintasprovinsi bahkan lintasnegara, maka Pemerintah Jokowi perlu menetapkan keadaan ini sebagai bencana alam nasional non alam. Berbeda dengan kejadian tsunami, letusan gunung, kejadian pencemaran asap yang secara luas telah mengganggu kehidupan ini adalah bencana non alam.

Selanjutnya, jika diperlukan, pemerintah harus melakukan evakuasi terhadap kelompok rentan dari daerah yang memiliki ISPU berstatus bahaya. Pengungsi dari daerah yang terdampak buruk dari bencana non alam ini harus mendapatkan pemenuhan hak masyarakat dan standar pelayanan minumum sebagaimana dikenal di dalam aturan yang mengatur tentang bencana.

Selanjutnya agar bencana non alam ini tak terulang, pemerintah perlu melakukan pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang yang konsisten. Wilayah gambut berdasarkan aturan tata ruang adalah kawasan lindung nasional yang tidak diperkenankan/dibatasi pemanfatan ruangnya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup. Karenanya, pemerintah perlu mencabut semua perizinan perkebunan dan hutan tanam industri di daerah gambut.

Becermin dari kejadian banjir di Jakarta, pemerintah melakukan penegakan tata ruang di kawasan Puncak dengan membongkar vila-vila. Maka, agar kejadian asap tak berulang, semua izin di kawasan gambut perlu dicabut, rehabilitasi lingkungan gambut perlu dilakukan.

Penetapan pencemaran asap antar provinsi ini sebagai bencana non alam nasional tidak menghapuskan tanggung jawab korporasi. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UUPB) menerapkan aturan pidana bagi korporasi yang lalai sehingga terjadi bencana non alam. Selain denda dan hukuman penjara, UU PB menyatakan korporasi dapat dikenakan saksi tambahan berupa pencabutan izin usaha atau pencabutan status hukum.

Denda yang dikenakan kepada korporasi akan dijadikan oleh negara sebagai sumber pendanaan untuk menanggulangi bencana non alam dan rehabilitasi.

Tentang betapa mengerikannya polusi udara ini, studi terbaru menyatakan terdapat 3,3 juta orang meninggal lebih awal setiap tahun karena pencemaran udara di luar ruangan. Umumnya terdapat di kawasan Asia (Nature, 17 September 2015, Vol 525). Umumnya kematian ini karena partikel super halus (ultra fine particle, PM2.5, dan PM10). Karena ukurannya yang sangat halus (sepersepuluh ukuran rambut manusia) partikel ini masuk ke dalam paru-paru, dan dapat mengganggu sistem peredaran darah ke kepala dan jantung.

Pemerintah Jokowi diharapkan segera menetapkan status bencana nasional non alam (istilah yang dikenal (UUPB), agar korban jangka pendek dan jangka panjang tidak terus berjatuhan.

Pius Ginting adalah Kepala Unit Kajian WALHI. Artikel di atas mewakili sikap pribadi penulis.

RMOL 219376 Jokowi, Segeralah Tetapkan Asap Sebagai Bencana Nasional Non Alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kesan dan pesan