Tampilkan postingan dengan label lingkungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label lingkungan. Tampilkan semua postingan

Senin, 18 April 2016

Testimoni Eva Bande

Saya merasa kawan-kawan yang pernah dipenjara karena perjuangan itu, sekali waktu punya standar perjuangan tinggi.
Mereka tak ambil bagian aman saja dalam perjuangan, seperti pembicara seminar, diskusi dengan donor dalam ruangan, perjalan ke luar negeri, bicara ke media. Bukan berarti mereka tak punya kapasitas untuk itu, percayalah. (Walau mungkin belum setinggi Che Guevara, yang bisa jadi Gubernur Bank Sentral, Menteri Perindustrian, dan juga naik turun gunung berjuang bersama petani).
Kawan-kawan ini rela mengambil bagian terberat dalam perjuangan.
Terima kasih atas dukunganmu, Eva Bande, pejuang agraria perempuan yang sempat kehilangan banyak demi perjuangan.
Sampai rakyat menang!!

---------------------------------------------------
Eva Bande ( Malahayati Malahayati):

Mengapa memilih Mardan Pius Ginting menjadi Eknas Walhi:

Pius Ginting memiliki komitmen yang kuat mendorong terwujudnya gerakan lingkungan yang lebih terintegrasi dengan isu-isu konflik Agraria, pelanggaran HAM, persamaan Hak kaum perempuan, baik lokal-nasional (pun internasional). Saya pribadi mengalami langsung sikap dan tindakan tanpa ragu dari saudara Pius Ginting yang menjadi salah seorang dari sejumlah kawan-kawan lainnya, ketika mendorong pembebasan terhadap saya, pada saat mengalami kriminalisasi negara atas perjuangan penegakan HAM, krisis lingkungan, dan konflik agraria yang kami perjuangkan di Kabupaten Banggai beberapa waktu yang lampau.

Selain itu saya merasa harus mendorong Bung Mardan Pius Ginting untuk menjadi Eknas Walhi, tentu karena semangat, komitmen, dan konsistensi yang ditunjukannya untuk terus mendorong upaya-upaya advokasi terhadap kejahatan lingkungan di daerah untuk dikawal hingga di level nasional. Dengan begitu, harapan kawan-kawan yang bekerja di daerah lebih dekat dengan perwujudannya jika mendapat kawalan yang progresif dari Bung Pius.

Demikian,
Eva Bande

Dikirim oleh Bung Pius Ginting pada 18 April 2016

Senin, 11 April 2016

TERTAWA LEPAS BERSAMA MENKO


Direktur Kajian Walhi Pius Ginting tertawa bersama Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli dalam pertemuan di kediaman resmi Menko Rizal di Jalan Widya Chandra V No. 24, Jakarta, Senin pagi (11/4). Dalam pertemuan itu keduanya membahas sejumlah isu lingkungan di tanah air, juga perlunya Walhi meningkatkan kinerja demi mengawal proses pembangunan nasional berdimensi lingkungan hidup. RMOL

Kawan kawan,
Mengabarkan bahwa besok saya akan bertemu dengan Sang Rajawali Ngepret, Rizal Ramli di rumah dinas beliau. Karena beliau juga adalah aktivis dulunya.
Apakah pertemuan ini menurut teman teman bermanfaat bagi perjuangan rakyat di basis?
Dan kiranya jika ada masukan untuk disampaikan, akan disambut baik. Khususnya tentang kemaritiman dan sumber daya.
*transparansi ke massa ketemu elit.
Dikirim oleh Bung Pius Ginting pada 10 April 2016


Pertemuan pagi ini dengan ahli jurus rajawali kepret, Menteri Kordinator Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli. Masukan masukan tentang pembangunan beresiko telah disampaikan. Di antaranya konsern terhadap PLTU Batubara di pesisir dan reklamasi pantai. Rizal Ramli berpesan agar WALHI lebih kuat dalam kajian dan tidak hanya komentar singkat di media, lalu beralih ke soal lain lagi.

Kita tentu tidak mengubah kerja memperkuat gerakan masyarakat sipil dari garis depan yang terdampak negatif oleh pembangunan.
Dikirim oleh Bung Pius Ginting pada 11 April 2016
http://www.rmol.co/read/2016/04/11/242816/Tertawa-Lepas-Bersama-Menko-

Sabtu, 09 April 2016

Sarasehan cegah kebakaran gambut

Suasana pertemuan. Sarasehan mencegah kebakaran gambut. Problem pencegahan kebakaran terkait dengan status land ownership. Munadi Kilkoda Riko Kurniawan Advokat Indra Jaya Boy Jerry Even Sembiring

Dikirim oleh Bung Pius Ginting pada 9 April 2016


Sabtu sore yang menyenangkan. Dengan Ketua Badan Restorasi Gambut RI Bang Nazir Foead dan partner hidup Delima Saragih. Sambil makan sore, diskusi tentang perjuangan organisasi non pemerintah, tentang fund raising bagi ornop, dll. Selamat akhir pekan teman teman ditengah suasana duka Bang Balubun meninggal di Ambon. Kebaikan alam semesta menyertai kita semua.

Dikirim oleh Bung Pius Ginting pada 9 April 2016


Dengan Wibi, Muammar Vebry (Uni Eropa). Bagaimana kebakaran gambut tak terjadi lagi. Riko Kurniawan Made Ali Boy Jerry Even Sembiring Advokat Indra Jaya

Dikirim oleh Bung Pius Ginting pada 8 April 2016

Kamis, 07 April 2016

Walhi Ingatkan Dampak Berbahaya PLTU Batang

Efek pencemaran udara hingga kehilangan mata pencaharian nelayan.



Salah satu aksi solidaritas Walhi (VIVAnews/Ramond EPU)
VIVA.co.id – Kepala Unit Kajian Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Pius Ginting mengingatkan kerugian yang bakal dialami jika Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara Batang, Jawa Tengah benar-benar direalisasikan.
Menurut dia, PLTU batu bara akan berdampak pada pencemaran udara yang mematikan, karena mengandung zat-zat berbahaya bagi kesehatan manusia. Dampak lainnya adalah penurunan produktivitas pertanian masyarakat serta pencemaran lingkungan.
"Jadi partikel-partikel halus seperti SOx, NOx dan merkuri itu mengancam manusia jika PLTU itu tetap dibangun," kata Pius di Kantor Greenpeace Indonesia, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis 7 April 2016.
Bahkan, para nelayan, menurut Walhi, akan terkena imbas dengan adanya PLTU, karena pembangkit itu akan dibangun di daerah pesisir yang akan menjadi lahan mata pencaharian para nelayan.
"Lalu lintas kapal batu bara kan keluar masuk PLTU. Tumpahan bongkar muat itu bisa mengganggu mata pencaharian nelayan pesisir," tuturnya.
Pius menilai, kerja sama pemerintah Indonesia dengan Jepang dalam membangun PLTU batu bara di Batang justru akan membuat Indonesia menjadi pasar teknologi kotor lembaga keuangan internasional.
"Makanya berbagai penolakan proyek ini harus terus dilakukan," tuturnya.
Pembangunan PLTU juga dianggap bertolak belakang dengan komitmen Presiden Joko Widodo yang ingin memerangi dampak perubahan iklim seperti yang disampaikan Presiden pada konferensi perubahan iklim di Paris beberapa waktu lalu.
"Proyek pembangunan PLTU batu bara di Batang hanya mengutamakan kepentingan korporasi daripada melindungi hak dan keselamatan masyarakat," tuturnya.

Oleh : Ezra Natalyn, Moh Nadlir

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/757811-walhi-ingatkan-dampak-berbahaya-pltu-batang

Konferensi Pers Warga Batang

Sedang konferensi pers bersama warga Batang, petani dan nelayan yang diambil paksa tanahnya oleh PLTU Batang. Investasi dari Jepang. Sedang berlangsung di kantor Greenpeace Indonesia.

Dikirim oleh Bung Pius Ginting pada 6 April 2016

Rabu, 24 Februari 2016

Apresiasi Walhi Terhadap Kegiatan Sail of Journalist



Kegiatan Sail of Journalist yang merupakan salah satu kegiatan dalam Perayaan Hari Pers Nasional (HPN) 2016 beberapa waktu lalu turut mengkampanyekan gerakan tanpa sampah plastik.

Selain diapresiasi oleh Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli, kampanye tanpa sampah plastik dalam Sail of Journalist tersebut juga diapresiasi oleh Aktivis Wahana Lingkungan (Walhi).


http://www.rakyatmerdeka.tv/view/2016/02/24/882/Apresiasi-Walhi-Terhadap-Kegiatan-Sail-of-Journalist-

Jumat, 12 Februari 2016

Kampanye Sampah Plastik


Lindungi laut kita dari sampah plastik. Indonesia adalah penghasil limbah plastik kedua terbesar di dunia. Setiap tetes sendok air laut kini mengandung butiran halus sampah plastik.
Wawancara di KRI Makassar oleh RMOL TV.
*tour kampanye WALHI
Pantai Lembar, NTB
Dikirim oleh Bung Pius Ginting pada 11 Februari 2016

Senin, 01 Februari 2016

INI MEDAN BUNG: PREMANISME, KORUPSI, KESENJANGAN, DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN?

PIUS GINTING/WALHI
PERSOALAN preman kembali mencuat di Sumatera Utara. Bentrokan antara IPK dan PP pada 30 Januari 2016 memakan korban jiwa dan menimbulkan keresahan masyarakat. Preman ini adalah sekumpulan orang yang tidak terserap ke dalam lapangan kerja formal. Mereka disebut lumpen proletariat. Dan dalam konteks Sumatera Utara, premanisme memiliki sejarah panjang terkait dengan politik, sosial, ekonomi. Kelompok preman digunakan menghilangkan gerakan rakyat secara sadis pada tahun 1965-1966, seperti kita lihat dalam film The Act of Killing (Jagal) dan The Look of Silence (Senyap) karya Joshua Oppenheimer, keduanya dinominasikan mendapatkan Oscar. Banyak para korban adalah penduduk desa yang disingkirkan sebelum investasi perkebunan meluas di Sumatera Utara.

Organisasi preman ini terus dipakai pemerintah dan perusahaan menghadapi upaya perlawanan rakyat. Seperti kehadiran PP disekitar lokasi tambang G Resources, Batangtoru, merespon perlawanan kuat rakyat atas pembuangan limbah tambang ke sungai (2012-2013).

Hidup sebagai preman tampaknya akan terus terjadi bagi sebagian kelompok masyarakat Sumatera Utara dengan meningkatnya jumlah pengangguran. Antara tahun 2012-2013, pengangguran meningkat 32 ribu orang (menjadi 412 ribu orang). Antara tahun 2014 dan 2015, pengangguran bertambah lagi 30 ribu orang, sehingga menjadi 421 ribu orang.

Berlawanan dengan anggapan banyak pembuat kebijakan, kenyataannya peningkatan pengangguran Sumatera Utara berbarengan dengan peningkatan investasi. Pada tahun 2015, Pemerintah Sumatera Utara menargetkan realisasi penanaman modal di Sumatera Utara (Sumut) mencapai Rp11 triliun. Naik sekitar 10 persen dibanding target 2014.

Kepala Badan Penanaman Modal dan Promosi (BPMP) Sumut, Purnama Dewi menyatakan, dalam beberapa tahun belakangan, realisasi investasi di Sumut selalu melampaui target.

Sektor terbesar investasi bagi perusahaan asing di Sumatera Utara adalah kimia dan farmasi, lalu pertambangan serta tanaman pangan dan perkebunan (BPMP). Untuk modal dalam negeri adalah tanaman pangan dan perkebunan serta industri logam dasar.

Saya menyorot dua sektor, yakni pertambangan dan perkebunan, yang selama ini korbannya banyak diadvokasi oleh organisasi lingkungan hidup, seperti WALHI. Kedua sektor ini memiliki jejak kerusakan lingkungan yang luas. Berupa pembukaan kawasan hutan negara dan ruang hidup rakyat. Sering jenis investasi ini menimbulkan konflik dengan warga. Seperti dialami oleh Sanmas Sitorus, diadili di PN Balige karena membela masyarakat adat mendapatkan hak ulayat dari PT. Toba Pulp Lestari.

Dengan begitu, investasi di Sumatera Utara menimbulkan konflik dan tak sanggup menyediakan lapangan pekerjaan. Sehingga timbul premanisme. Parahnya lagi, di tengah situasi ini, korupsi melanda lembaga pemerintahan Sumatera Utara (eksekutif, yudikatif, legislatif).

Agar premanisme, korupsi dan kerusakan sumber daya alam tidak kian parah, maka Sumatera Utara perlu model pembangunan lain. Harus berubah dari yang sudah dibangun selama ini sejak masa pemerintahan Orde Baru, yang dikawal dengan jalan premanisme.

Jalan keluar tersebut di antaranya dengan pemerataan kesejahteraan. Sumatera Utara memiliki tingkat kesenjangan kesejahteraan di atas rata-rata nasional. Hal ini dapat diatasi di antaranya dengan pengakuan wilayah kelola rakyat di dalam kawasan hutan, peningkatan upah buruh, dan peningkatan pajak rumah mewah. Gedung rumah mewah di tengah kemiskinan yang meluas menciptakan ketidakharmonisan sosial. Dalam perjalanan ke Medan awal Januari ini, saya melihat gedung mewah para anggota DPRD di daerah Padang Bulan yang hampir jadi namun terhenti karena tersangkut korupsi.

Korupsi dapat diatasi dengan meningkatnya tingkat partisipasi rakyat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Pengawasan tersebut tidak dapat diserahkan kepada ormas dan segelintir LSM. Karena lembaga-lembaga ini justru mendapatkan aliran dana "bansos" yang kini kenyataannya jadi bagian dana yang dikorupsi di Sumatera Utara. Pengawasan dan partisipasi harus melibatkan rakyat yang terdampak langsung oleh proyek pembangunan.

Rakyat Sumatera Utara memerlukan Ini Medan Bung memiliki makna transformatif: pemerataan kesejahteraan, pemerintah yang dikawal secara demokrasi partisipatif rakyat luas, dan pembangunan yang tak merusak lingkungan.

Syarat tranformasi ini adalah sinergi yang intens, dan saling memperkuat antara organisasi masyarakat sipil. Bila di sisi lain, seburuk-buruknya premanisme, dia tetap dipertahankan oleh sistem ekonomi politik saat ini, maka sebaik-baiknya perjuangan organisasi masyarakat sipil di Medan dan Sumatera Utara secara luas, bila organisasi masyarakat sipil tersebut bisa saling memperkuat kekuatan alternatif dari masyarakat sipil. Adalah tantangan yang dapat berkontribusi positif bila keberadaan beberapa tokoh organisasi masyarakat sipil yang kini berada di dalam pemerintahan (ada yang menjadi Bupati, menjadi anggota DPRD) dapat saling memperkuat organisasi dengan masyarakat sipil untuk melakukan tranformasi tersebut tanpa terjebak kepada patronase sempit dan hilangnya daya kritis dari organisasi masyarakat sipil.

Mari kita upayakan terus penguatan gerakan masyarakat sipil Sumatera Utara yang pro-kemanusiaan, ekologi, dan pemerataan kesejahteraan rakyat mengatasi 4 persoalan besar ini.


*Penulis adalah Kandidat Direktur Eksekutif Nasional WALHI 2016-2020

http://politik.rmol.co/read/2016/02/01/234197/Ini-Medan-Bung:-Premanisme,-Korupsi,-Kesenjangan-dan-Kerusakan-Lingkungan-

Jumat, 15 Januari 2016

Walhi soroti kebijakan investasi batu bara Jepang

Pewarta: Muhammad Razi Rahman


Dokumen foto kegiatan penambangan batu bara di Samarinda Timur, Kalimantan Timur.
(ANTARA/Muhammad Adimaja)

"Masyarakat sipil mengeritik kebijakan investasi Jepang dalam bentuk batu bara."

Jakarta (ANTARA News) - Lembaga swadaya masyarakat Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyoroti kebijakan investasi terkait kebijakan pengembangan industri batu bara dan pembangunan sejumlah proyek pembangkit listrik di berbagai daerah yang disokong negara Jepang.

"Masyarakat sipil mengeritik kebijakan investasi Jepang dalam bentuk batu bara," catat Kepala Unit Kajian Walhi, Pius Ginting, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Ia memaparkan, Jepang adalah negara utama pengguna energi surya, namun dirinya merasa heran karena negara tersebut mengekspor teknologi energi dalam bentuk teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara ke Indonesia.

Komisi Nasional dan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), menurut dia, pada 21 Desember 2015 telah menulis surat resmi ke Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe untuk meninjau kembali dukungan negara tersebut terhadap PLTU di Batang, Jawa Tengah, karena dugaan pelanggaran HAM dalam akuisisi lahan.

Selain itu, ia mengemukakan, perlawanan warga terhadap perampasan lahan di Batang sedang kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Menurut dia, lembaga keuangan dan perusahaan asal Jepang saat ini tengah gencar-gencarnya berekpansi dan menanamkan sahamnya di bidang batu bara dan pembangkit listrik di Indonesia.

Walhi menyatakan bahwa batu bara adalah sumber energi yang paling kotor karena menyebabkan pencemaran udara, air, dan penggundulan hutan di daerah sekitar pertambangan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Greenpeace Indonesia pada tahun 2015, batu bara yang dibakar di sejumlah PLTU di Indonesia memancarkan sejumlah polutan, seperti mono-nitrogen oksida (NOx) dan sulfur tri-oksida (SO3), kontibutor utama dalam pembentukan hujam asam dan polusi.

Mayoritas pembangkit listrik yang akan dibangun menggunakan tenaga uap dengan bahan bakar batu bara.

Sementara itu, Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PT PLN Persero) Sofyan Basir saat menyampaikan sambutan dalam pertemuan antara para kontraktor pembangkit tenaga listrik dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Presiden, Selasa (22 Desember 2015), mengatakan bahwa dari 17.340 Mega Watt (MW) pembangkit yang telah ditandatangani kontrak pembangunannya.

Kontrak pembangunan pembangkit itu, menurut dia, meliputi 4.291 MW menggunakan energi yang bersih dan terbarukan yaitu gas, air dan panas bumi.

"Selebihnya menggunakan batu bara dengan jumlah kapasitas mencapai 13.049 MW," demikian Sofyan Basir.

(T.M040/ )

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2016

http://www.antaranews.com/berita/540297/walhi-soroti-kebijakan-investasi-batu-bara-jepang

Hari Aksi Solidaritas bagi Warga Korban Investasi Energi Kotor Jepang

Yuuk gabung & berlawan.
15/01/2016 hari aksi solidaritas bagi warga korban investasi energi kotor Jepang.
Protes di Kedutaan Besar Jepang. Aksi Malari 15 Januari 2016 pukul 14.00.

Senin, 04 Januari 2016

Pembakar Hutan Divonis Bebas, Pius: Sinar Mas Sponsornya TNI, Pegang Kendalilah...

Palembang, Lensaberita.Net - Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Palembang yang menolak gugatan pemerintah terhadap anak perusahaan Group Sinar Mas, yakni, PT Bumi Mekar Hijau sebagai pelaku pembakaran lahan dan hutan yang mengakibatkan bencana asap masal di beberapa wilayah Sumatra dinilai telah melukai rasa keadilan bagi masyarakat.


meme Ketua Pengadilan Negeri Palembang


Manajer Kajian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Pius Ginting mengatakan, pernyataan Ketua majelis hakim, Parlas Nababan yang menyatakan bahwa kebakaran tak merusak lahan karena masih bisa ditumbuhi tanaman akasia adalah suatu pemikiran yang sesat. Karena, Hakim Parlas Nababan mengabaikan dampak yang dirasakan masyarakat korban asap kebakaran lahan dan hutan.

"Ini hakimnya gelap mata. Jelas-jelas ini adalah kejahatan lingkungan hidup. Ada 500 ribu orang jadi korban asap. Lalu, puluhan orang sudah meninggal. Lagipula Undang Undang mengamanahkan hak atas lingkungan hidup bagi masyarakat," ujar Pius saat dihubungi Rimanews, Senin (4/01/2016).

Kemenangan anak perusahaan Group Sinar Mas tersebut, menurut Pius, semakin memperjelas bahwa kedaulatan hukum telah dikangkangi oleh korporasi. Bahkan, negara-pun semakin tidak berdaya melawan kekuasaan pemilik modal.

"Sinar Mas kekuasaannya sungguh besar. Karena, pejabat di negeri ini terlalu banyak kompromi dan mau saja menerima bantuan apa-pun dari Sinar Mas. Misalnya, perayaan ulang tahun TNI diakomodir oleh Sinar Mas. Kalau sudah begitu kan, Sinar Mas bisa pegang kendali semuanya. Jadi, kalau soal masalah hukum saja hal yang terkecil, karena kekuasaan sudah dipegang," sesal Pius.

Sebagaimana diketahui, Pengadilan Negeri Palembang telah mengeluarkan keputusan sidang gugatan perdata terkait kasus Kebakatan Hutan dan Lahan (Karhutla) yang diduga dilakukan oleh PT Bumi Mekar Hijau (BMH), pada Rabu (30/12/2015). Hasilnya majelis hakim memenangkan tergugat dalam kasus tersebut.

Dengan demikian, gugatan perdata yang diajukan pemerintah sebesar Rp2,6 triliun untuk ganti rugi dan Rp5,2 triliun terhadap PT BMH sebagai biaya pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar gugur dengan sendirinya.

Ketua majelis hakim, Parlas Nababan menilai penggugat tak dapat membuktikan unsur kerugian negara yang dilayangkan. "Kehilangan keanekaragaman hayati tidak dapat dibuktikan," kata Parlas.

Para majelis hakim mempertimbangkan, lahan bekas terbakar masih bisa ditanami dan ditumbuhi kayu akasia. Majelis hakim bahkan menunjuk pihak ketiga, untuk melakukan penanaman.

Pertimbangan majelis hakim tersebut dibuktikan atau dikuatkan dengan hasil uji laboratorium yang diajukan PT BMH. Bukan hanya itu saja, anak perusahaan PT Sinar Mas itu juga dinyatakan tidak terlibat langsung dalam kasus kebakaran tersebut.

Majelis hakim beralasan bahwa ada pihak ketiga yang harus bertanggungjawab. Dengan demikian, tak ada hubungan kausal antara kesalahan dan kerugian akibat kebakaran hutan.

Terkait vonis itu, pihak KLHK mengaku kecewa. Padahal KLHK menilai PT BMH telah lalai dalam mengelola izin yang diberikan pemerintah, untuk mengelola lahan sebesar 20 ribu hektar di areal perkebunan.

Atas penolakan gugatan perdata itu, KLHK langsung mengajukan banding. Izin perusahaan pun sudah dibekukan.

SRC|TRC|SUMBER

http://www.lensaberita.net/2016/01/pembakar-hutan-divonis-bebas-pius-sinar.html

Sabtu, 05 Desember 2015

Aktivis Walhi berunjukrasa di arena COP Paris

Pewarta: Helti Marini Sipayung


ilustrasi KTT Perubahan Iklim Antrean delegasi Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim (Conference of Parties/COP) ke-21 dari berbagai negara di konter tiket transportasi gratis di area Paris Le Borguet, Paris, Prancis, Minggu (29/11). (Antara Foto/Virna Puspa Setyorini)

Paris (ANTARA News) - Sejumlah aktivis Walhi bersama aktivis lingkungan dari berbagai belahan dunia yang bergabung dalam "Friends of the Earth" (FoE) berunjuk rasa mendesak di arena Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC/COP) di Le Bourget, Paris, Prancis.

"Kami mendesak pemerintah menuntaskan persoalan kebakaran hutan yang masih belum tuntas hingga tahun 2015 dan mendesak penegakan hukum terhadap pembakar lahan," kata Pius di Le Bourget Paris, Jumat siang, waktu setempat.

Eksekutif Nasional Walhi, Pius Ginting kepada pers mengatakan bahwa aksi tersebut untuk mendesak pemerintah menuntaskan kasus hukum bagi perusahaan yang terindikasi membakar lahan yang menimbulkan asap dan menyengsarakan masyarakat.

Menurut Pius, keseriusan pemerintah untuk menghukum perusahaan yang membakar lahan masih dipertanyakan. Terutama di wilayah Provinsi Riau, dari 50 perusahaan yang terindikasi membakar hutan dan lahan, baru tiga perusahaan yang diproses.

Di sisi lain, dalam pelaksanaan KTT Iklim di Paris, ada persoalan yang memunculkan tanda tanya yakni kehadiran sejumlah perusahaan yang terindikasi membakar lahan, justru menjadi pendukung Anjungan atau Paviliun Indonesia.

"Seharusnya pemerintah memahami situasi dan psikologi masyarakat yang baru saja terpapar racun karena asap dari perusahaan pembakar hutan, ini sangat memprihatinkan," ucapnya.

Lebih tegas, Pius mengatakan bahwa kehadiran dua grup perusahaan bubur kertas dan kertas yakni APRIL dan APP di arena KTT Iklim dan menjadi pendukung kegiatan di paviliun adalah ajang "green wash" atau pembersihan diri.

Kondisi tersebut menurut dia dapat dibaca sebagai gejala pengabaian penegakan hukum. Pemerintah menurutnya harus tegas dan tidak terpengaruh dengan bujukan pihak perusahaan dan asosiasi perusahaan di mana mereka bernaung.

Aksi yang diikuti belasan aktivis itu berlangsung selama 15 menit dan sempat menjadi perhatian para peserta konferensi. Setelah menyampaikan aspirasi mereka, para aktivis tersebut membubarkan diri dengan tertib.

Kebakaran hutan Indonesia yang terjadi pada 2015 mengakibatkan seluas 2 juta hektare hutan dan lahan terbakar dan menimbulkan kerugian hingga triliunan rupiah. Tidak hanya kerugian materi, kebakaran yang menimbulkan asap tersebut juga membuat masyarakat menghirup udara beracun.

Sebelumnya perwakilan grup perusahaan bubur kertas, APRIL di paviliun Indonesia menyampaikan komitmen dana sebesar 100 juta dolar Amerika untuk program restorasi ekosistem selama 10 tahun.

"Luasan restorasi gambut yang kami programkan meningkat dua kali lipat menjadi 150 ribu hektare sebagai dukungan bagi Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca," kata Managing Director APRIL Grup Indonesia Operations, Tony Wenas.

Selain itu, pihaknya juga meningkatkan luas area konservasi menjadi 400 ribu hektare melalui pengelolaan program Restorasi Ekosistem Gambut (RER) di Semenanjung Kampar Provinsi Riau.

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2015

Ikuti berita dalam topik # Konferensi Perubahan Iklim ( COP21 )


http://www.antaranews.com/berita/533428/aktivis-walhi-berunjukrasa-di-arena-cop-paris

Senin, 09 November 2015

Ketimpangan Teknologi PLTU Batang dan PLTU Jepang


Kendaraan melintas di samping kompleks Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton, Probolinggo, Jawa Timur, Senin (26/10). ANTARA FOTO

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan lembaga keuangan Jepang (Japan Bank for International Cooperation) membiayai proyek energi berbahan bakar fosil terbesar di Indonesia. Salah satunya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang di Jawa Tengah. Dalam pembangunan itu, teknologi yang digunakan berasal dari Jepang.

Manajer Kajian Lingkungan Walhi Pius Ginting mengatakan, meski PLTU sama-sama menggunakan bahan bakar fosil, kualitas teknologinya berbeda. Hal itu bisa dilihat dari standar emisi yang akan dihasilkan dalam pembangunan proyek PLTU Batang.

“Ada ketidakadilan dari teknologi PLTU Batang dengan PLTU Isogo di Jepang,” kata Pius di Jakarta. “Buktinya, hasil gas belerang oksida (SOx) cukup jauh berbeda. Teknologi Jepang hanya mengeluarkan SOx 10%. Sedangkan PLTU Batang mencapai 105%. Ini berbahaya bagi kesehatan warga dan teknologi ini sangat buruk,” ujar Pius.

Pius menjelaskan, limbah partikel abu hasil pembakaran batubara telah membuat pencemaran udara yang menyebabkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia menurun. Berdasarkan catatan Greenpeace, 6.500 orang di Indonesia meninggal lebih awal karena terpapar polusi yang disebabkan pembakaran batubara.

Apalagi, lanjut Pius, rencana pemerintah Joko Widodo membangun 35 ribu megawatt (MW). Dengan demikian, pemerintahan Jokowi akan meningkatkan emisi CO2 pada tahun 2019 sebanyak 98.3 juta ton. Jumlah ini sama dengan 257% dari jumlah pengurangan emisi rencana aksi nasional nasional gas rumah kaca (RAN-GRK) 2010-2014 dari sektor energi dan transportasi.

Pihaknya menilai, pemerintah secara signifikan menambah konsumsi batubara domestik. Saat ini terdapat 50 buah PLT batubara, mayoritas berlokasi di Jawa dan Sumatera. Total kapasitas PLT batubara adalah 19.404 MW. Penggunaan batubara untuk pembangkit telah tumbuh 9.2% per tahun. “Penambahan PLT batubara akan meningkatkan emisi CO2 dan memperburuk kualitas udara lokal,” tegas Pius.

Tak hanya itu, menurut Pius, dampak pembangunan PLTU Batang cukup besar bagi masyarakat sekitar. Baik dari sektor perikanan, pertanian, dan pembudidaya. “Garam petani menjadi hitam, laut tercemar akibat tongkang batubara yang menyebabkan hasil tangkapan nelayan menurun drastis. Bahkan petani tidak bisa menggarap lahannya,” ungkapnya.

Sementara itu, Rotua Tampubolon, Sustainable Development Officer Perkumpulan Prakarsa, mengatakan 75 lembaga keuangan dunia tidak punya kebijakan terhadap mitigasi perubahan iklim. Hal itu dipertegas dengan lambatnya pembiayaan untuk energi terbarukan. Secara global, lanjutnya, lembaga keuangan hanya membiayai energi itu tidak melebihi 10%.

Pihaknya mendesak lembaga keuangan internasional berkomitmen langsung untuk tidak mendukung pengembangan pembangkit listrik dan proyek pertambangan berbahan bakar fosil. Kemudian, mempublikasikan jumlah dukungan tahunan mereka ke sektor energi. Sedangkan pemerintah Jokowi perlu mengadopsi tujuan untuk mengurangi emisi.


Penulis: Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES

http://geotimes.co.id/ketimpangan-teknologi-pltu-batang-dan-pltu-jepang/

Minggu, 18 Oktober 2015

Jokowi Masih Berpihak pada Korporasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Survey Kajian Opini Publik (Kedai Kopi) menilai setahun masa pemerintahan Jokowi JK masyarakat belum merasa puas. Hal ini ditunjukan dari hasil survey 54,7 persen masyarakat menyatakan tidak puas atas kepemimpinan Jokowi.

Mantan Juru Bicara Kepresidenan, Adhie M. Massardi menilai salah satu satu penyebabnya tak lain masih banyak kebijakan Jokowi-JK yang berpihak pada korporasi dan bukan pada kepentingan rakyat.

Adhie memberi contoh program 35.000 megawatt. Secara kasat mata hal tersebut sulit terwujud jika hanya dikerjakan negara. Akhirnya negara melibatkan kelompok swasta yang nantinya akan memberikan untung terhadap korporasi lebih besar.

"Ucapan Rizal Ramli betul juga. Itu tidak mudah. Sebesar itu tentu tidak bisa dijalnkan sendiri. Maka harus melibatkan korporasi sebagai penggerak," ujar Adhie saat diskusi evaluasi setahun Jokowi JK, Ahad (18/10).

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Pius Ginting selaku perwakilan dari WALHI. Ia menilai contoh kasus pembangunan PLTU Batang dan kasus Rembang, presiden yang semula dianggap rakyat bisa menyelesaikan kasus tersebut malah berpihak pada korporasi.

"Itu mangkarak. Di PLTU batang yang diusung untuk kepentingan rakyat terbukti menyuburkan korporasi. PLN tk punya saham dalam proyek itu. Itu proyek cina dan Jepang," ujar Pius.

Begitu juga di Rembang, awal kampanyenya, Jokowi berjanji akan menuntaskan hal tersebut dan mengangkat kepentingan rakyat. Namun, faktanya hingga saat ini belum ada progress yang ada rakyat menderita atas hal tersebut.

Sebelumnya, Lembaga Survey Kajian Opini Publik (Kedai Kopi) merilis 54,7 persen masyarakat menyatakan tidak puas atas kepemimpinan Jokowi.

Sebagian besar responden merasa tidak puas pada tiga hal, antara lain harga kebutuhan pokok yang tinggi (35,5 persen), pelemahan nilai tukar rupiah (23,7 persen), dan lambannya penanganan kabut asap (11,8 persen).

Survey tersebut dilakukan terhadap 384 responden yang tersebar secara proporsional di seluruh Indonesia, dengan perbandingan 52 persen di Pula Jawa dan 48 persen dari luar Jawa.

Proses pengumpulan data dilaksanakan dari tanggal 14-17 September melalui wawancara telepon. Dengan menggunakan 384 responden, "Margin of Error" kurang lebih lima persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.


Rep: c15/ Red: Esthi Maharani

http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/15/10/18/nwesgz335-jokowi-masih-berpihak-pada-korporasi

Rabu, 07 Oktober 2015

Walhi: Tidak Ada Urgensi Bangun PLTU Batang


TRIBUNNEWS.COM/Valdy Arief
Pius Ginting, Walhi


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Manajer Kajian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Pius Ginting menyebutkan tidak ada urgensi untuk membangun pembangkit listrik bertenaga besar di pulau Jawa seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Batang, Jawa Tengah.

Pius menyebutkan saat ini di pulau Jawa dan Bali sudah terdapat surplus tenaga listrik sebesar 31 persen.

"Saat ini di Jawa dan Bali sudah surplus listrik sebesar 31 persen, kalau tujuannya pemenuhan listrik masyarakat, seharusnya dibangun di luar Jawa dan Bali yang masih defisit listrik," kata Pius dalam konferensi pers di Cikini, Jakarta, Rabu (7/10/2015).

Kondisi perekonomian Indonesia yang melambat dan berdampak pada berkurangnya produksi, dipandang Pius, membuat pemerintah seharusnya tidak tergesa-gesa dalam membangun PLTU di Batang, Jawa Tengah.

Dia juga mencurigai pembangunan PLTU yang berbahan bakar batubara ini, merupakan upaya menyelamatkan pengusaha bahan tambang tersebut.

"Permintaan dari Tiongkok dan India terhadap batubara Indonesia sedang mengalami penurunan sejak 2012. Pembangunan PLTU Batang merupakan cara mengalihkan pasar batubara ke dalam negeri," katanya.


Penulis: Valdy Arief
Editor: Willy Widianto

Minggu, 20 September 2015

Pengusaha Tuding Pemerintah Tak Mampu Atasi Kebakaran Hutan

Reni Lestari 
Jurnalis

JAKARTA - Pemerintah dan pengusaha saling lempar tanggung jawab penyelesaian bencana kebakaran hutan dan kabut asap. Pemerintah mengklaim sebagian besar lahan yang terbakar berada di kawasan korporasi dan akhir menangkap pengusaha. Sedangkan pihak pengusaha merasa dijadikan kambing hitam atas persoalan ini.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kepala Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan mengatakan, sikap mengkambinghitamkan pengusaha sebagai penyebab kebakaran hutan adalah bentuk ketidakmampuan pemerintah menanggulangi masalah ini. Dia berdalih, kebakaran yang terjadi di lahan-lahan perusahaan sumber apinya berasal dari luar lahan.

"Inti persoalan bukan di situ. Jadi ini cerminan ketidakmampuan pemerintah menangani masalah ini. Buktinya tidak saja terbakar lahan milik masyarakat, hutan lindung dan konservasi pun terbakar, padahal itu tanggung jawab pemerintah," kata Fadhil dalam diskusi bertajuk ‘Republik Dibekap Asap’ di Cikini, Jakarta, Minggu (20/9/2015).

Sementara itu, aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Pius Ginting menuding korporasi sebagai pihak yang harusnya bertanggungjawab. Sebelum diberikan izin pengelolaan hutan, korporasi diberikan syarat menyiapkan sarana prasarana untuk mengatasi kebakaran hutan.

Hal tersebut yang dinilai Pius menjadi kesalahan terbesar korporasi. Pemerintah juga melakukan kelalaian dengan mengobral izin pengelolaan hutan.

"Kami telah melakukan overlay antara titik api di Sumatera dan Kalimantan, mayoritas titik api berada di wilayah perkebunan dan konsesi,” ujar Pius.

Menurutnya, setidaknya 50 persen titik-titik api berada di lahan konsensi. Ini bukan sesuatu yang tanpa diketahui dan konsekuensi yang tidak bisa dihindari korporasi sehingga perusahaan tidak siap manakala kebakaran hutan terjadi.

“Di undang-undang perkebunan pun disebutkan perusahaan wajib tandatangan tanggung jawab mereka mengatasi kebakaran," kata Pius.

Padahal, lanjut Pius, berdasarkan audit kesiapan dalam menghadapi kebakaran hutan tahun 2014, hampir semua perusahaan di Riau tak memiliki prasarana untuk mengatasinya. Sebaliknya, tak ada tindakan konkrit dari pemerintah untuk menindaklanjuti temuan tersebut.

"Ketiaktegasan berada di pemerintah setelah melakukan audit dan seharusnya ada tindakan serius, sehingga kebakaran tetap terjadi di kawasan perusahaan," kata dia.

Pius menyayangkan antisipasi pihak pemerintah yang sangat kurang sehingga peristiwa yang merugikan masyarakat banyak ini terus terulang.

"Antispasi yang tidak jelas dari Kementerian Kehutanan dan hampir semua perusahaan tidak siap. BMKG sudah mengingatkan akan terjadi kemarau panjang dan sejak Februari sudah kita dengar. Antisipasi itu yang tidak ada dari pemerintah," tukas Pius.

(MSR)

http://news.okezone.com/read/2015/09/20/337/1217648/pengusaha-tuding-pemerintah-tak-mampu-atasi-kebakaran-hutan

Sabtu, 13 Juni 2015

SAAT KERETA API TAK BAIK BAGI LINGKUNGAN


Oleh: PIUS GINTING
Naik kereta api, tut, tut, tut
Siapa hendak turut
Ke Bandung, Surabaya
Bolehlah naik dengan percuma
Ayo temanku lekas naik
Keretaku tak berhenti lama


KERETA api dan jalan kereta api. Betapa baiknya menjadi pilihan moda transportasi. Daya angkutnya (baik penumpang atau barang) lebih banyak dibandingkan daya angkut bus atau truk per bahan bakar yang digunakan. Sehingga lebih ramah lingkungan. Bebas dari kemacetan. Beruntunglah rakyat pulau Jawa telah memiliki sistem kereta api.

Kita mendukung rencana pemerintah membangun rel kereta api ke bandara, seperti dari pusat kota Jakarta ke Bandara Soekarno Hatta. Dengan sistem transportasi terintegrasi tersebut, penggunakan bahan bakar serta emisi gas rumah kaca dan polutan udara dari kemaceta dapat dikurangi. Secara umum, kebijakan pembangunan rel kereta api adalah baik dalam mengurangi beban lingkungan.

Seorang teman aktivis lingkungan berkebangsaan Jepang, ketika berada di Indonesia dalam dua kali kunjungannya tak pernah menggunakan pesawat terbang. Dia memilih menggunakan kereta api untuk perjalanan Jakarta-Semarang-Surabaya. Dan kembali ke Jakarta.

Menurutnya naik kereta api lebih ramah lingkungan. Bahkan di Jepang pun dia selalu menggunakan kereta api dari Tokyo hingga perjalanan ke kota lain. Suatu kebiasaan dan kesadaran lingkungan yang baik. Kendati naik tak percuma seperti dalam lagu anak-anak, teman aktivis ini mendapatkan nuansa senang naik kereta api seperti dalam lagu tersebut.

Namun tak selamanya pembangunan rel kereta api mendukung penyelamatan lingkungan dan pembangunan dalam negeri.

Eduardo Gaelano, penulis Amerika Latin dalam buku Open Veins of Latin America menyatakan jalur kereta api menimbulkan deformasi perkembangan ekonomi suatu daerah/negara bila bentuknya seperti jari-jari tangan, ketimbang menghubungkan pusat-pusat tempat warga bermukim. Yakni diperuntukkan mengangkut barang dari daerah pedalaman hingga ke pelabuhan. Dan dari pelabuhan, barang dibawa ke pasar luar negeri (ekspor).

Jalur kereta api seperti ini hanya menguras sumber daya daerah pedalaman untuk dibawa ke pasar internasional, alih-alih menghubungkan dan mengembangkan tempat-tempat dalam sebuah kawasan, agar interaksi kehidupan dan ekonomi penduduknya saling mendukung.

Salah satu rencana pembangunan rel kereta api yang kontroversial adalah pembangunan rel kereta api di Kalimantan Tengah. Khususnya menghubungkan Kabupaten Murung Raya (dari kota kecil Puruk Cahu) di bagian utara ke pelabuhan ke Batanjung di bagian selatan. Selanjutnya pengangkutan diteruskan melalui kapal tongkang batubara lewat Sungai Barito ke pasar global dan Pulau Jawa.

Logika pembangunan rel kereta api yang mendukung perkembangan ekonomi penduduk lokal adalah bertentangan dengan logika pembangunan rel kereta api sebagai pengalir komoditi untuk pasar ekspor (global). Presiden Jokowi menyatakan rel kereta api Kalimantan Tengah tidak menggunakan dana publik (APBN/APBD).

Swasta sebagai pembangun (China Railway Group) tentu lebih memilih jalur melintasi wilayah kosong penduduk menghindari biaya pembebasan lahan lebih mahal. Dan jika pun diarahkan lewat kawasan pusat penduduk, karena yang diangkut adalah batubara maka dampak kesehatan terhadap penduduk sekitar akan meninggi dari debu batubara.

Berdasarkan kajian ahli transportasi, sebuah jalur kereta api layak dibangun bila penumpang yang diangkut setidaknya 10 juta orang per tahun. Kalimantan Tengah adalah salah satu provinsi Indonesia dengan kerapatan penduduk paling jarang, dengan penduduk hanya 2,3 juta (2014). Sehingga mobilitas jumlah penduduk dalam jumlah masif antara satu tempat ke tempat lainnya tidak menjadi kenyataan sehari-hari. Sehingga pembangunan rel kereta api Kalimantan Tengah ini lebih ini kepada untuk mengangkut batubara.

Potensi batubara Kalimantan Tengah sebanyak 5.4 milyar ton, lebih dari 80% berada di Kabupaten Murung Raya. Selama ini terlindung dari kegiatan eksploitasi karena lokasinya yang jauh ke pedalaman dimana transportasi sungai yang tak bisa diandalkan. Dengan kehadiran kereta api batubara ini, produksi batubara Kalimantan diharapkan naik tujuh kali lipat dari periode tahun 2012, atau menjadi 97 juta ton per tahun.

Perkembangan ini bertentangan dengan semangat penyelamatan dunia dari perubahan iklim. Berdasarkan kajian Universitas College London (Januari 2015), sebanyak 80% dari cadangan batubara dunia saat ini harus tetap ditinggalkan di dalam tanah jika kita ingin menjaga kenaikan suhu bumi kurang dari dua derajat celcius sejak masa revolusi industri. Batas kenaikan ini merupakan batas aman bagi kehidupan manusia di bumi akibat perubahan iklim. Dengan begitu, hanya 20% lagi dari keseruhan cadangan batu bara dunia yang seharusnya diekploitasi.

Indonesia telah menjadi ladang lembaga keuangan internasional untuk mengembangkan kapital berbasiskan batubara. China tercatat antara tahun 2008 hingga 2013 menanamkan modal setidaknya 4,34 milyar dolar di pembangkit listrik batubara di Indonesia. Angka ini akan bertambah jika rel kereta api batubara Kalimantan Tengah dilanjutkan. Kontraktor pembangun rel kereta api batubara tersebut adalah China Railway Group.

Tak hanya China, tapi lembaga keuangan lainnya seperti Jepang JBIC telah banyak mengembangkan kapital berbasiskan batubara di Indonesia, contohnya dalam PLTU Batang, Cirebon, dan Paiton. Batubara PLTU Batang akan berasal dari tambang Adaro di Kalimantan, salah satu potensi pengguna rel kereta api batubara Kalimantan.

Desember tahun ini kembali diselenggaran konferensi perubahan iklim, bertempat di Paris. Negara-negara dunia akan membuat kesepakatan baru paska Protokol Kyoto untuk membatasi emisi gas rumah kaca dari masing-masing negara. Pemerintah saat ini sedang menyusun rencana nasional penurunan emisi yang dibawa kepada konferensi tersebut melalui program kontribusi sungguh-sungguh yang direncanakan secara nasional (intended nationally determined contributions).

Ini menjadi momen tepat bagi pemerintahan Jokowi membatalkan semua proyek infrastruktur batubara, seperti rel kereta api Kalimantan Tengah dan pembangunan jalur baru rel kereta api Sumatera Selatan. Saat yang tepat mengurangi/phasing out produksi batubara sebagai bagian kontribusi Indonesia menjaga 80% batubara dunia tetap dalam perut bumi.

Bagaimana dengan kompensasi kehilangan ekonomi dari pembatalan infrastuktur dan tak menggali batubara dari perut bumi?

Pemerintah Jokowi saatnya bersatu dengan negeri Selatan mendorong negara maju (sebagai tanggung jawab mereka pengemisi gas rumah kaca lebih besar dan terdahulu secara historis sejak Revolusi Industri) membantu negera berkembang untuk pengembangan proyek-proyek pembangungan rendah emisi (Low Emission Developoment Strategies), agar melakukan transfer teknologi energi terbarukan.

Sehingga Indonesia berhenti jadi ladang baru pengembangan kapital internasional berbasiskan batubara (infrastuktur, PLTU Batubara) yang sama sekali tak ramah lingkungan dan tak peka terhadap bahaya perubahan iklim yang batas waktu tak terkendalinya kian mendekat. [***]

Penulis adalah aktivis senior Walhi.

Green Politics RMOL: 206082 Saat Kereta Api Tak Baik Bagi Lingkungan

Senin, 01 Juni 2015

'Free for Some' - the Freeport mine

The Environment & Traditional Landowners

https://soundcloud.com/amazydaze/free-for-some-the-freeport-mine-part-1-the-environment-traditional-landowners

Part 1 of a two-part program (made in 2010 for 3CR Radio's 'Earth Matters') on the massive resource extraction operation at the heart of West Papua’s human rights and environmental tragedy. This first part looks at the huge impacts of the mine on the environment and the traditional landowners in the area where it operates.

Human Rights 

https://soundcloud.com/amazydaze/free-for-some-the-freeport-mine-part-2-human-rights

The military, the mine in the sky and its multibillion dollar blind eye - the second part of a two-part program (made in 2010 for 3CR Radio's 'Earth Matters') focuses on the mining company’s complicity in state terror carried out by Indonesian security forces over decades. Featuring music by Papuan artists courtesy of Bridie Music.

***

Freeport, Kamoro, West Papua, Abigail Abrash, John Braithwaite, John Ondawame, Pius Ginting, 
Grasberg, Amungme, Human Rights, Indonesian Military, Richard Chauvel, Kylie McKenna, Diarmid O'Sullivan, 
Bridie Music, Kwalik Chant, Mambo Simbo

Minggu, 31 Mei 2015

Jokowi Enggak Sadar Banyak Proyek Ancam Masyarakat

JOKO WIDODO/IST
RMOL. Direktur Kajian Walhi, Pius Ginting, mencibir kebijakan Presiden Joko Widodo di sektor lingkungan.

Baginya, semangat Trisakti yang diusung politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut tak ada artinya, karena hingga kini rakyat tak berdaulat di lingkungannya sendiri.

"Pak Jokowi ini, bicara terus bangun infrstuktur. Tapi, dia enggak sadar banyak proyek yang sebetulnya saat ini mengancam kehidupan masyarakat di daerah," ujarnya dalam diskusi Forum Senator Untuk Rakyat (FSuR) bertema "Hutan Indonesia di Persimpangan Nawacita" di Jakarta, Minggu (31/5).

Pius lantas mencontohkan dengan pembangunan PLTU di Batang, Jawa Tengah, di mana banyak warga sekitar kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian.

"Jadi, kita bisa dapat listrik di kota besar. Tapi, yang milih bertani dan nelayan, kedaulatannya tidak dihormati. Ini yang harus diperhatikan Jokowi," jelasnya.

"Kalau mau buat proyek besar, seperti listrik 35 ribu megawatt, ya harus kaji lingkungan hidup dan masyarakat setempat," imbuhnya mengingatkan.

Jangan sampai, Pius menambahkan, proyek tersebut justru mendapat perlawanan dari masyarakat, lantaran tidak sesuai KHLS. "Jadi, kedaulatan politik dan ekonomi terwujud dalam kedaulatan warga atas ruang hidupnya," tandasnya. [rmo/tah]

http://www.rmoljakarta.com/read/2015/05/31/6405/1/Jokowi-Enggak-Sadar-Banyak-Proyek-Ancam-Masyarakat

Kamis, 14 Februari 2013

Valentine, Momen Meningkatkan Kecintaan pada Alam

JAKARTA, KOMPAS.com - Valentine selalu identik dengan warna merah jambu. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Kamis (14/2/2013), mengajak publik merayakan "Green Valentine".

Green Valentine menurut Walhi adalah upaya menjadikan hari kasih sayang sebagai momentum untuk mencintai alam. Walhi mengajak publik merefleksikan interaksinya dengan alam saat ini dan upaya perbaikannya di masa depan.

Pius Ginting, Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi, mengatakan, perilaku manusia selama ini tak menunjukkan kecintaannya kepada alam.

"Menurut saya, saat ini kita bermusuhan terhadap alam, bukan karena alam tidak memiliki sesuatu tetapi justru karena alam memiliki banyak hal dan kita memusuhi untuk merampasnya," ungkap Pius dalam acara peluncuran buku "Ekologi Marx: Materialisme dan Alam", hari ini.

Pius mengungkapkan, hari kasih sayang bisa digunakan sebagai momentum perubahan. Manusia mesti menjadikan alam sebagai sahabat, bukan sebagai obyek eksploratif semata.

Kecintaan terhadap alam bisa ditingkatkan dengan memperdalam pengetahuan serta pemahaman terhadap alam itu sendiri. Buku yang diluncurkan Walhi, ditulis oleh John Bellamy Foster dan diterjemahkan oleh Pius Ginting, berupaya memberikan pemahaman lebih mendalam tentang manusia, alam dan interaksinya dalam dunia sekarang. (Fifi Dwi Pratiwi)

Editor: yunan

http://sains.kompas.com/read/2013/02/14/19335789/Valentine.Momen.Meningkatkan.Kecintaan.pada.Alam