Tiga kandidat Direktur Eksekutif Walhi usai debat kandidat. Mereka adalah Nur Hidayati, Arie Rompas dan Pius Ginting. Foto: Indra Nugraha |
Pucuk pimpinan Walhi segera berganti. Organisasi lingkungan hidup itu tengah menjaring kandidat pemegang nahkoda baru organisasi yang berdiri sejak 1980 ini. Ada tiga nama muncul yang bakal menggantikan Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Nasional. Yakni, Nur Hidayati, Pius Ginting dan Arie Rompas. Ketiganya pegiat lingkungan di Walhi.
Pada Jumat (4/3/16), memasuki sesi debat kandidat. Masing-masing menyampaikan gagasan apa yang akan dilakukan jika duduk pada posisi itu. Debat dipandu Direktur Eksekutif Walhi periode lalu, Chalid Muhammad dan Muhammad Ridha Saleh.
Sebuah handycam siap siaga merekam yang diutarakan para kandidat. Video akan disebar hingga para pemegang suara bisa melihat pandangan para kandidat. Pemilihan Direktur Eksekutif Walhi akan diselenggarakan di Palembang, 22-27 April 2016.
Pertanyaan-pertanyaan dilontarkan moderator kepada para kandidat. Ada soal peran dan posisi Walhi dalam situasi global, inovasi para kandidat kala menjadi direktur, sistem ekonomi politik yang tak adil, teknologi, sampai persoalan-persoalan lingkungan seperti limbah dan lain-lain. Mereka punya lima menit memaparkan jawaban. Ketiganya duduk di depan, bersisian.
“Indonesia masih terjadi sistem ekonomi menghisap ruang sosial seperti diterapkan ekonomi kapitalistik. Pengerukan berimplikasi pada problem-problem lingkungan juga sosial. Walhi harus hadir dan terus berjuang terhadap sistem ekonomi dan politik seperti itu,” kata Arie Rompas, sekarang Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Tengah. Sisi lain, sistem politik dan ekonomi global terus menerus mencari komoditas baru.
Rio, panggilan akrab Rompas mengatakan, sistem ekononi hijau merupakan model alternatif tawaran kapitalisme justru memperkuat penguasaan lahan di negara-negara berkembang, salah satu Indonesia.
Walhi, katanya, mesti harus hadir menjawab problem-problem ini. “Bahwa proses ekonomi politik harusnya disandarkan relasi produksi adil. Bersama rakyat menjadi konstituen terpenting. Bagaimana bisa bersama rakyat mengorganisir dan menciptakan kesadaran melawan perilaku buruk sistem ekonomi politik menindas ini,” katanya.
“Teng.. teng.. teng…” suara Khalisah Khalid, mengingatkan tanda waktu habis. Tepuk tangan seketika bergemuruh.
“Salam adil dan lestari!” pekik Yaya, sapaan akrab, Hidayati.
“Walhi!!!” teriak hadirin.
“Situasi global saat ini saya pikir kita semua sudah tahu kini Indonesia pada situasi yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Berada pada pertentangan poros utama dunia dari sisi AS (Amerika Serikat) dan China,” katanya.
Sejak pemerintahan lalu, katanya, Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menjadi cerminan bagaimana Indonesia sebagai factory Asia. Dengan mengeruk sumber daya alam, manufaktur dan 250 juta jadi pasar potensial.
“Walhi harus menjadi antitesis dari itu. Dari globalisasi, kita harus mendorong lokalisasi. Kita harus membangun daya kritis komunitas-komunitas warga dan komunitas lain di seluruh Indonesia. Baik desa maupun kota. Kota penting bagi mobilisasi opini, proses pencerdasan masyarakat dan mendorong kebijakan-kebijakan negara lebih progresif.”
Walhi harus mendorong kedaulatan komunitas-komunitas desa, baik mandiri energi, ekonomi dan pangan. “Melihat demokrasi liberal ini, harus dilakukan pendidikan politik warga negara terutama generasi muda. Juga generasi tua. Kita akan masuk ke sekolah-sekolah, universitas, kelompok pemuda untuk pencerdasan dan pengkritisan politik,” katanya.
“Walhi harus bisa membangun gerakan dari kelompok-kelompok petani,nelayan, perempuan, pemuda dan lain-lain. Bagaimana kita bisa menunggangi teknologi informasi untuk mendorong proses pengkritisan warga.”
Dia juga berkomitmen membangun kemandirian. Sumberdaya organsiasi dan memajukan konsolidasi dengan berbagai gerakan di Indoensia. Hingga, katanya, gerakan yang terpecah-pecah bisa berkonsolidasi menjadi masif dan kuat.
Pius Ginting, memandang persoalan yang dihadapi Indonesia sejak dulu tak berubah. Indonesia, katanya, jadi pasar sumber bahan mentah baik sawit, tambang maupun kayu. Sisi lain berhadapan dengan pendidikan masyarakat masih rendah.
“Perlu ada perubahan sistematis oleh Walhi. Kontribusi Walhi bersama kelompok masyarakat lain dengan meningkatkan kesadaran akan hal ini,” ujar dia.
Walhi, katanya, harus berhenti mengganggap kelompok lain kompetitor tetapi harus bersinergi agar terjadi perubahan. Walhi harus bersinergi dengan kelompok buruh, tani, nelayan, perempuan, dan lintas generasi. Generasi muda perlu dididik mengenai kesadaran kritis terkait lingkungan hidup.
“Soal inovasi, Walhi perlu mengembangkan teknologi pembebasan. Tak boleh lagi mengandalkan “Amdal kaki telanjang.” Harus menggunakan teknologi, misal drone untuk pemetaan, atau teknologi mengukur kadar limbah. Itu bisa untuk alat advokasi Walhi,” katanya.
Walhi, kata Pius, harus memposisikan diri sebagai pemberdaya. “Tak boleh lagi ada orang selama 10 tahun bekerja di Walhi terus jadi office boy. Harus dibina agar jadi aktivis lingkungan.”
Berbagai pertanyaan terus mengalir termasuk dari para aktivis yang hadir dalam debat itu.
Dewan nasional
Selain direktur eksekutif, Walhi juga akan pergantian Dewan Nasional. Para kandidat Dewan Nasional menyampaikan visi misi. Banyak kandidat maju, antara lain, Azmi Sirajuddin, Manajer Program Yayasan Merah Putih sekaligus Ketua Dewan Daerah Walhi Sulawesi Tengah, Kusnadi, Ketua Serikat Tolong Menolong dan juga Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Utara. Lalu, Mualimin Pardi Dahlan, advokat Public Lawyers Interest Network, Samaratul Fuad, aktivis Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Azasi Manusia Indonesia (PBHI) dan Walhi Sumatera Barat. Risma Risma Umar, satu-satunya kandidat perempuan. Dia pernah menjadi anggota peneliti Women’s Empowerment and Leadership Development for Democratisation program. Saat ini Ketua Dewan Pengawas Nasional Solidaritas Perempuan juga Dewan Nasional Walhi.
Ada Bambang Catur Nusantara, Badan Pengawas Yayasan Klub Indonesia Hijau, Badan Pengurus Jatam serta Dewan Daerah Walhi Jawa Timur.
Abetnego Tarigan, kini Direktur Eksekutif Walhi Nasional juga salah satu kandidat. Kandidat lain, I Wayan Suardana aktivis ForBali pernah menjadi Direktur Eksekutif Walhi Bali.
Indra Nugraha, Jakarta
http://www.mongabay.co.id/2016/03/06/walhi-lagi-cari-pimpinan-baru-inilah-para-kandidat-itu/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kesan dan pesan