Senin, 15 Februari 2016

KPK Usut 3966 Izin Tambang Bermasalah


Menteri ESDM Sudirman Said (ketiga kanan), Mendagri Tjahjo Kumolo (ketiga kiri),
Ketua KPK Agus Rahardjo (kedua kanan), Koordinator Koalisi Anti-Mafia Tambang Pius Ginting (kanan),
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan (kedua kiri) dan Dirjen Minerba KESDM Bambang Gatot Ariyono (kiri) memberikan keterangan pers.

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Jakarta (ANTARA News) - KPK akan mengusut 3.966 izin usaha pertambangan (IUP) yang belum memenuhi status clean and clear melalui fungsi koordinasi supervisi yang dilakukan bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Dalam Negeri.

"Awalnya ada sekitar 5.000 IUP, dan sudah lebih 1.000 diselesaikan, ada 3.966 IUP yang masih harus diselesaikan hingga Mei 2016. Waktunya singkat dan terhadap 3.966 IUP ini akan kami teliti didampingi Kementerian ESDM untuk turun ke bawah," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Senin.

Konferensi pers juga dihadiri oleh Menteri ESDM Sudirman Said, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, perwakilan Koalisi Anti Mafia Pertambangan Pius Ginting dan Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan.

Mereka menghadiri pertemuan rutin koordinasi supervisi Pengelolaan Mineral dan Batu Bara yang sudah berlangsung sejak 2011 dan "Kick Off Meeting" koordinasi supervisi energi 2016.

"Mungkin nanti ada yang dicabut IUP dan kalau ada indikasi korupsi maka KPK akan proses. Waktu yang singkat sampai 12 Mei 2016 adalah peringatan bagi teman-teman di lapangan untuk 3.966 IUP bermasalah agar mereka menyelesaikan apa hal yang harus diselesaikan," tambah Agus.

Pertemuan koordinasi supervisi itu juga dihadiri oleh 21 gubernur dari 32 provinsi yang hadir, kecuali DKI Jakarta dan Bali yang tidak punya kekayaan minerba.

"Hari ini seluruh gubernur diundang tapi ada gubernur yang baru serah terima jabatan seperti di Kalimantan Utara, jadi ada sekitar 20 gubernur," kata Agus.

"Di sini KPK sebagai pendukung, tapi yang utama adalah kementerian ESDM dan teman-teman di daerah dan dengan pendampingan KPK mudah-mudahan akan lebih tepat," jelas Agus.

Sedangkan Menteri ESDM SUdirman Said menjelaskan sudah ada Peraturan Menteri ESDM No 32 tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri ESDM No 32 tahun 2013 tentang Tata Cara Pemberian Izin Khusus di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara memberikan kewenangan bagi gubernur untuk melakukan penertiban.

"Peraturan 32/2015 menjadi landasan gubernur melakukan penertiban-penertiban yang seharusnya memang dilaksanakan. Target Mei 2016 itu 3.966 bisa diselesaikan," jelas Sudirman.

Pasal 8 ayat 4 huruf (b) menyebutkan IUP dikeluarkan oleh Gubernur apabila mineral dan/atau batubara yang tergali dalam satu daerah provinsi dan wilayah laut sampai dengan 12 mil, menggantikan kewenangan yang tadinya dimiliki oleh bupati/walikota dalam peraturan sebelumnya.

Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2016

http://www.antarasultra.com/berita/282065/kpk-usut-3966-izin-tambang-bermasalah

http://www.antaranews.com/berita/545170/kpk-usut-3966-izin-tambang-bermasalah

http://hariansinggalang.co.id/kpk-usut-3-966-izin-tambang-bermasalah/

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/16/02/15/o2ky5d335-kpk-usut-3966-izin-tambang-bermasalah

Jumat, 12 Februari 2016

Kampanye Sampah Plastik


Lindungi laut kita dari sampah plastik. Indonesia adalah penghasil limbah plastik kedua terbesar di dunia. Setiap tetes sendok air laut kini mengandung butiran halus sampah plastik.
Wawancara di KRI Makassar oleh RMOL TV.
*tour kampanye WALHI
Pantai Lembar, NTB
Dikirim oleh Bung Pius Ginting pada 11 Februari 2016

Senin, 01 Februari 2016

INI MEDAN BUNG: PREMANISME, KORUPSI, KESENJANGAN, DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN?

PIUS GINTING/WALHI
PERSOALAN preman kembali mencuat di Sumatera Utara. Bentrokan antara IPK dan PP pada 30 Januari 2016 memakan korban jiwa dan menimbulkan keresahan masyarakat. Preman ini adalah sekumpulan orang yang tidak terserap ke dalam lapangan kerja formal. Mereka disebut lumpen proletariat. Dan dalam konteks Sumatera Utara, premanisme memiliki sejarah panjang terkait dengan politik, sosial, ekonomi. Kelompok preman digunakan menghilangkan gerakan rakyat secara sadis pada tahun 1965-1966, seperti kita lihat dalam film The Act of Killing (Jagal) dan The Look of Silence (Senyap) karya Joshua Oppenheimer, keduanya dinominasikan mendapatkan Oscar. Banyak para korban adalah penduduk desa yang disingkirkan sebelum investasi perkebunan meluas di Sumatera Utara.

Organisasi preman ini terus dipakai pemerintah dan perusahaan menghadapi upaya perlawanan rakyat. Seperti kehadiran PP disekitar lokasi tambang G Resources, Batangtoru, merespon perlawanan kuat rakyat atas pembuangan limbah tambang ke sungai (2012-2013).

Hidup sebagai preman tampaknya akan terus terjadi bagi sebagian kelompok masyarakat Sumatera Utara dengan meningkatnya jumlah pengangguran. Antara tahun 2012-2013, pengangguran meningkat 32 ribu orang (menjadi 412 ribu orang). Antara tahun 2014 dan 2015, pengangguran bertambah lagi 30 ribu orang, sehingga menjadi 421 ribu orang.

Berlawanan dengan anggapan banyak pembuat kebijakan, kenyataannya peningkatan pengangguran Sumatera Utara berbarengan dengan peningkatan investasi. Pada tahun 2015, Pemerintah Sumatera Utara menargetkan realisasi penanaman modal di Sumatera Utara (Sumut) mencapai Rp11 triliun. Naik sekitar 10 persen dibanding target 2014.

Kepala Badan Penanaman Modal dan Promosi (BPMP) Sumut, Purnama Dewi menyatakan, dalam beberapa tahun belakangan, realisasi investasi di Sumut selalu melampaui target.

Sektor terbesar investasi bagi perusahaan asing di Sumatera Utara adalah kimia dan farmasi, lalu pertambangan serta tanaman pangan dan perkebunan (BPMP). Untuk modal dalam negeri adalah tanaman pangan dan perkebunan serta industri logam dasar.

Saya menyorot dua sektor, yakni pertambangan dan perkebunan, yang selama ini korbannya banyak diadvokasi oleh organisasi lingkungan hidup, seperti WALHI. Kedua sektor ini memiliki jejak kerusakan lingkungan yang luas. Berupa pembukaan kawasan hutan negara dan ruang hidup rakyat. Sering jenis investasi ini menimbulkan konflik dengan warga. Seperti dialami oleh Sanmas Sitorus, diadili di PN Balige karena membela masyarakat adat mendapatkan hak ulayat dari PT. Toba Pulp Lestari.

Dengan begitu, investasi di Sumatera Utara menimbulkan konflik dan tak sanggup menyediakan lapangan pekerjaan. Sehingga timbul premanisme. Parahnya lagi, di tengah situasi ini, korupsi melanda lembaga pemerintahan Sumatera Utara (eksekutif, yudikatif, legislatif).

Agar premanisme, korupsi dan kerusakan sumber daya alam tidak kian parah, maka Sumatera Utara perlu model pembangunan lain. Harus berubah dari yang sudah dibangun selama ini sejak masa pemerintahan Orde Baru, yang dikawal dengan jalan premanisme.

Jalan keluar tersebut di antaranya dengan pemerataan kesejahteraan. Sumatera Utara memiliki tingkat kesenjangan kesejahteraan di atas rata-rata nasional. Hal ini dapat diatasi di antaranya dengan pengakuan wilayah kelola rakyat di dalam kawasan hutan, peningkatan upah buruh, dan peningkatan pajak rumah mewah. Gedung rumah mewah di tengah kemiskinan yang meluas menciptakan ketidakharmonisan sosial. Dalam perjalanan ke Medan awal Januari ini, saya melihat gedung mewah para anggota DPRD di daerah Padang Bulan yang hampir jadi namun terhenti karena tersangkut korupsi.

Korupsi dapat diatasi dengan meningkatnya tingkat partisipasi rakyat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Pengawasan tersebut tidak dapat diserahkan kepada ormas dan segelintir LSM. Karena lembaga-lembaga ini justru mendapatkan aliran dana "bansos" yang kini kenyataannya jadi bagian dana yang dikorupsi di Sumatera Utara. Pengawasan dan partisipasi harus melibatkan rakyat yang terdampak langsung oleh proyek pembangunan.

Rakyat Sumatera Utara memerlukan Ini Medan Bung memiliki makna transformatif: pemerataan kesejahteraan, pemerintah yang dikawal secara demokrasi partisipatif rakyat luas, dan pembangunan yang tak merusak lingkungan.

Syarat tranformasi ini adalah sinergi yang intens, dan saling memperkuat antara organisasi masyarakat sipil. Bila di sisi lain, seburuk-buruknya premanisme, dia tetap dipertahankan oleh sistem ekonomi politik saat ini, maka sebaik-baiknya perjuangan organisasi masyarakat sipil di Medan dan Sumatera Utara secara luas, bila organisasi masyarakat sipil tersebut bisa saling memperkuat kekuatan alternatif dari masyarakat sipil. Adalah tantangan yang dapat berkontribusi positif bila keberadaan beberapa tokoh organisasi masyarakat sipil yang kini berada di dalam pemerintahan (ada yang menjadi Bupati, menjadi anggota DPRD) dapat saling memperkuat organisasi dengan masyarakat sipil untuk melakukan tranformasi tersebut tanpa terjebak kepada patronase sempit dan hilangnya daya kritis dari organisasi masyarakat sipil.

Mari kita upayakan terus penguatan gerakan masyarakat sipil Sumatera Utara yang pro-kemanusiaan, ekologi, dan pemerataan kesejahteraan rakyat mengatasi 4 persoalan besar ini.


*Penulis adalah Kandidat Direktur Eksekutif Nasional WALHI 2016-2020

http://politik.rmol.co/read/2016/02/01/234197/Ini-Medan-Bung:-Premanisme,-Korupsi,-Kesenjangan-dan-Kerusakan-Lingkungan-

Jumat, 15 Januari 2016

Walhi soroti kebijakan investasi batu bara Jepang

Pewarta: Muhammad Razi Rahman


Dokumen foto kegiatan penambangan batu bara di Samarinda Timur, Kalimantan Timur.
(ANTARA/Muhammad Adimaja)

"Masyarakat sipil mengeritik kebijakan investasi Jepang dalam bentuk batu bara."

Jakarta (ANTARA News) - Lembaga swadaya masyarakat Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyoroti kebijakan investasi terkait kebijakan pengembangan industri batu bara dan pembangunan sejumlah proyek pembangkit listrik di berbagai daerah yang disokong negara Jepang.

"Masyarakat sipil mengeritik kebijakan investasi Jepang dalam bentuk batu bara," catat Kepala Unit Kajian Walhi, Pius Ginting, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Ia memaparkan, Jepang adalah negara utama pengguna energi surya, namun dirinya merasa heran karena negara tersebut mengekspor teknologi energi dalam bentuk teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara ke Indonesia.

Komisi Nasional dan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), menurut dia, pada 21 Desember 2015 telah menulis surat resmi ke Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe untuk meninjau kembali dukungan negara tersebut terhadap PLTU di Batang, Jawa Tengah, karena dugaan pelanggaran HAM dalam akuisisi lahan.

Selain itu, ia mengemukakan, perlawanan warga terhadap perampasan lahan di Batang sedang kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Menurut dia, lembaga keuangan dan perusahaan asal Jepang saat ini tengah gencar-gencarnya berekpansi dan menanamkan sahamnya di bidang batu bara dan pembangkit listrik di Indonesia.

Walhi menyatakan bahwa batu bara adalah sumber energi yang paling kotor karena menyebabkan pencemaran udara, air, dan penggundulan hutan di daerah sekitar pertambangan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Greenpeace Indonesia pada tahun 2015, batu bara yang dibakar di sejumlah PLTU di Indonesia memancarkan sejumlah polutan, seperti mono-nitrogen oksida (NOx) dan sulfur tri-oksida (SO3), kontibutor utama dalam pembentukan hujam asam dan polusi.

Mayoritas pembangkit listrik yang akan dibangun menggunakan tenaga uap dengan bahan bakar batu bara.

Sementara itu, Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PT PLN Persero) Sofyan Basir saat menyampaikan sambutan dalam pertemuan antara para kontraktor pembangkit tenaga listrik dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Presiden, Selasa (22 Desember 2015), mengatakan bahwa dari 17.340 Mega Watt (MW) pembangkit yang telah ditandatangani kontrak pembangunannya.

Kontrak pembangunan pembangkit itu, menurut dia, meliputi 4.291 MW menggunakan energi yang bersih dan terbarukan yaitu gas, air dan panas bumi.

"Selebihnya menggunakan batu bara dengan jumlah kapasitas mencapai 13.049 MW," demikian Sofyan Basir.

(T.M040/ )

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2016

http://www.antaranews.com/berita/540297/walhi-soroti-kebijakan-investasi-batu-bara-jepang

Hari Aksi Solidaritas bagi Warga Korban Investasi Energi Kotor Jepang

Yuuk gabung & berlawan.
15/01/2016 hari aksi solidaritas bagi warga korban investasi energi kotor Jepang.
Protes di Kedutaan Besar Jepang. Aksi Malari 15 Januari 2016 pukul 14.00.

Minggu, 10 Januari 2016

Walhi Segera Gugat Semua Aturan Wilayah Tambang




KBR, Jakarta - LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional bakal mengugat semua peraturan pemerintah tentang wilayah pertambangan yang sudah diterbitkan. Pasalnya menurut Direktur Kajian WALHI, Pius Ginting, semua peraturan pemerintah tentang wilayah pertambangan tidak menyertakan putusan Mahkamah Konstitusi soal terkait partisipasi warga dalam penetapan wilayah pertambangan atau hak veto rakyat yang tertera dalam Undang-Undang No 32 tahun 2009.

Selain itu, Walhi juga bakal melaporkan pemerintah kepada Ombudsman, lantaran tidak melayani publik dengan baik terkait hak warga di sekitar wilayah tambang.

“Ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi no 32 tahun 2009 bahwa pemerintah perlu membuat aturan tentang bagaimana masyarakat bisa setuju atau berpartisipasi manakala kawasan mereka dijadikan kawasan pertambangan. Nah, keputusannya sudah keluar tahun 2010, dan ini sudah berganti pemerintah, tapi belum melakuan atau mengeluarkan peraturan pemerintah tentang hak veto rakyat ini atau hak persetujuan rakyat,” ujarnya kepada KBR saat dihubungi, Minggu, 10 Januari 2016.

Pius Ginting menambahkan, referendum lokal telah banyak diadopsi di pelbagai negara kala penambangan masuk ke ruang hidup warga. Bahkan di Amerika Latin, komisi pemilu mereka memfasilitasi pelaksanaan referendum lokal tersebut.

http://portalkbr.com/headline/01-2016/walhi_segera_gugat_semua_aturan_wilayah_tambang/78188.html

https://soundcloud.com/audiokbr/walhi-segera-gugat-semua-aturan-wilayah-tambang

Sabtu, 09 Januari 2016

HAK VETO RAKYAT ATAS WILAYAH PERTAMBANGAN

Oleh: Pius Ginting
Bahan tambang harusnya tidak jadi komoditas.

Ketika jaman batu, tembaga, atau zaman perunggu dahulu kala, hampir tak ada persoalan lingkungan besar/parah karena penambangan. Karena bahan tambang hanya digunakan sebagai keperluan. Tidak jadi barang jualan.

Namun dorongan keuntungan memaksa para pengusaha menjual produk kendati pasar jenuh dan berlebih-lebihan. Lihatlah upaya penjualan seperti mobil (hampir 100% memakai produk tambang) lewat iklan, show tahunan kendati kota-kota telah macet.

Atau pembangunan perumahan megah besar (dan membutuhkan banyak semen, penambangan karst). Ironisnya, banyak rumah gedung megah tersebut kosong alias tak dihuni di kota besar. Sementara, rakyat di Pati, Rembang, Maros, dan lain-lain dipaksa meninggalkan ruang hidupnya demi tambang karst bahan semen.

Dilihat lebih mendalam, apapun komoditi industri tambangnya di jaman kapital ini (karena kita belum sampai ke tahap menciptakan sistem alternatif diluar sistem kapital), maka yang terpenting adalah: harus ada hak veto rakyat manakala terjadi kegiatan penambangan.

Hak veto rakyat, referendum lokal telah banyak diadopsi di beberapa negara kala penambangan masuk ke ruang hidup warga. Bahkan difasilitasi oleh KPU nya untuk pelaksanaan referendum lokal di sebuah negara di Amerika Latin.

WALHI dengan PBHI, KPA, Solidaritas Perempuan, Kiara pada tahun 2009 dengan warga Pati, Kulonprogo, Manggarai melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi agar ada hak veto rakyat atas ruang hidup mereka dari intrusi industri pertambangan jenis komoditi apapun (batubara, karst, nickel, emas, dll).

Mahkamah Konstitusi telah memutuskan dalam PUU No 32 tahun 2009 agar pemerintah membuat ketentuan partisipasi warga dalam penetapan wilayah pertambangan (hak veto rakyat).

Namun hingga rezim Nawacita, peraturan pemerintah tentang hak veto rakyat ini (mekanisme persetujuan rakyat atas wilayah pertambangan) belum diterbitkan.

Sebagaimana massa rakyat kendati diam terus menagih cita-cita merdeka: rakyat adil makmur dan sejahtera, ikut menciptakan perdamaian dunia; maka tagihan rakyat rakyat yang terkena/terdampak tambang (batubara, karst, emas, nikel, dll) akan terus mengangkat tinjunya: "Jangan tambang ruang hidup kami tanpa persetujuan kami. Dan saat kami menyatakan memilih bentuk ekonomi lain diluar pertambangan, hormati kedaulatan kami atas ruang hidup kami!"

Dan, kita ditagih untuk terus berjuang untuk melanjutkan perjuangan hak veto rakyat atas ruang hidup ini, dari intrusi industri pertambangan. [***]

Penulis adalah adalah aktivis WALHI.

http://rmol.co/read/2016/01/09/231174/Hak-Veto-Rakyat-Atas-Wilayah-Pertambangan-