Judul | : | Militerisme dan Anti-Militerisme |
Penulis | : | Karl Liebknecht |
Penerjemah | : | Pius Tumangger, Data Brainanta, Tim Lembaga Pembebasan |
Penerbit | : | IRE Press, Yogyakarta |
Cetakan | : | pertama, Oktober 2004 |
Tebal | : | xii, 314 halaman |
Ukuran | : | 19 cm |
ISBN | : | 979-98181-3-3 |
https://www.marxists.org/archive/liebknecht-k/works/1907/militarism-antimilitarism/index.htm
Pidato Karl Liebknecht yang kemudian dibukukan seratus tahun lampau mengungkapkan keprihatinan akbat meluasnya kekuasaan militer masa menjelang perang dunia I di Jerman. Perubahan yang tidak pernah tuntas membuat kekuatan lama terus bercokol.
Satir klasik ini, yang kehebatan pengaruhnya merongrong prinsip pendidikan militer hingga riwayatnya terancam, seharusnya dapat mengakhiri riwayat militerisme hingga jadi bahan tertawaan sedunia. Tapi masyarakat borjuis (yang tiba-tiba memainkan peran unik sebagai penyihir pemula, yang memanggil roh-roh tapi tidak bisa mengusirnya) begitu erat bergantung pada militerisme seperti halnya roti yang kita makan dan udara yang kita hirup. Konflik yang tragis! Kapitalisme dan kacung besarnya, militerisme, tak lagi saling mencintai; malah mereka saling takut dan benci satu sama lain, dan memang hal itu beralasan. Mereka memandangnya (sinis): begitu mandiri kacung ini jadinya. Dan berusaha bertoleransi: militerisme sebagai kejahatan yang dimaklumkan (necessary evil).
Tak ada topi Gessler yang pernah menemui kepatuhan yang memperbudak dan mempermalukan diri serupa topi milik sang termasyhur Kapten dari Kopenick. Tak ada jubah sakral Trier yang pernah disembah-sembah seperti seragam yang dikenakan tukang sepatu itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kesan dan pesan