Selasa, 07 Juli 2015

MEMETIK PELAJARAN DARI NEGERI DEWA-DEWI

DEMOKRASI prosedural menenteramkan elit politik dan elit lembaga keuangan. Demokrasi sejati menakutkan kepentingan mereka. Peningkatan kualitas dan bentuk demokrasi telah terjadi di negeri asal demokrasi itu sendiri, Yunani.

Referendum Yunani adalah kejadian unik. Inilah referendum pertama skala nasional tentang rencana kebijakan kebijakan perekonomian. Umumnya referendum dilakukan untuk penentuan nasib sendiri sebagai bangsa. Seperti yang dilakukan terhadap Skotlandia, Timor Leste.

Pemerintahan Tsripas dari Partai Syriza tidak ingin mengambil keputusan sendiri terkait pinjaman batu dari lembaga keuangan IMF dan Bank Central Eropa. Pun keputusan tersebut tidak hanya diambil dengan persetujuan parlemen. Diluar kebiasaan demokrasi prosedural, Pemerintahan Tsripas menanyakan kepada rakyat Yunani apakah rakyat setuju atau tidak setuju dengan talangan baru dari lembaga keuangan internasional dengan syarat-syarat memberatkan kehidupan rakyat, seperti pemangkasan uang pensiun, privatisasi, dan aturan ketenaga kerjaan lebih fleksibel namun memberatkan pekerja.

Mayoritas rakyat Yunani menyatakan tidak setuju (OXI) syarat-syarat yang memberatkan kehidupan yang telah susah di bawah sistem kapital selama ini.

Pengalaman Yunani ini menarik diadopsi dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia.

Pemerintah Indonesia hingga saat ini membuat kebijakan pengelolaan sumber daya alam tanpa partisipasi rakyat. Di bawah pemerintahan SBY, pemerintah menetapkan peta Wilayah Pertambangan per pulau tidak melibatkan rakyat.

Undang-undang Minerba pasal 9 dan 10 telah menyatakan bahwa proses penetapan wilayah pertambangan dilaksanakan dengan asas partisipatif dan memperhatikan aspirasi warga. Norma ini sejauh ini masih semu, karena mekanisme partisipatifnya tidak dirinci. Alih-alih merincikannya dalam Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral malah melakukan proses penetapan wilayah pertambangan tanpa partisipatif masyarakat sama sekali.

Masyarakat sekitar pertambangan (Kulonprogo, Pati-Jawa Tengah, Bengkulu, Lumajang Jawa Timur, Manggarai Barat) bersama dengan organisasi lingkungan WALHI pada tahun 2010 melakukan uji materi atas Undang-undang no 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara agar masyarakat terdampak harus ditanyakan persetujuan atau tidak terlebih dahulu sebelum pemerintah melakukan penetapan wilayah pertambangan. Bahkan jika perlu, dilakukan referendum lokal yang diikuti oleh masyarakat terdampak, seperti telah dipraktikkan di tingkat lokal di negera lain.

Referendum lokal dalam pengelolaan sumber daya alam skala lokal yang telah pernah dilakukan di beberapa negara. Di antaranya di Filipina, warga daerah Barangay Didipio tak menghendaki sebuah tambang emas dan tembaga Climax Arimco, asal Australia, menggalang petisi dan memperoleh dukungan dua kali lipat dari jumlah yang dipersyaratkan untuk melakukan sebuah referendum menentang aktivitas perusahaan tambang di daerah mereka. Tahun 2000, Komisi Pemilihan menyangkal petisi tersebut. Tapi proses yang telah berlangsung berhasil memperkuat penentangan rakyat terhadap pembatalan izin pertambangan oleh pemerintah lokal dan mengakibat penarikan pinjaman uang dari perusahaan tersebut.

Di Turki, referendum lokal dilakukan di delapan desa di sekitar sebuah pertambangan emas asal Autralia pada tahun 1996. Bupati daerah setempat melaporkan 89% jumlah pemilih yang sah memiliki hak suara dalam pemungutan suara secara tertutup/rahasia ini menolak pertambangan. Karena sifat referendum ini belum resmi diakui, belum memiliki dampak hukum penting secara langsung. Namun Mahkamah Agung Turki menyatakan izin operasi pertambangan, yang memerbolehkan penggunaan sianida dalam ekstraksi emas, bertentangan dengan kepentingan publik dan pemohon (terdiri dari 10 orang warga desa Bergama dan sekitarnya). Kasus ini berlanjut ke Pengadilan HAM Eropa, dimana pengadilan menyatakan, bahwa usaha pemerintahan Turki menghindar dari putusan Mahkamah Agung (MA) Turki adalah sebuah pelangaran terhadap hak mengakui kehidupan keluarga, hak untuk peradilan yang adil dan hak mendapatkan perbaikan efektif.

Di Inggris, pada tahun 1990-an, Lefarger, perusahaan multinasional dari Perancis, penghasil semen terbesar di dunia merencanakan penambangan 50 kali lebih besar dari biasanya di Inggris. Sebanyak 83% penduduk lokal memilih dan 68% menolak pertambangan tersebut pada tahun 1985. Hasil referendum ini membuat dewan setempat mengeluarkan sikap menolak tambang seluas 600 hektar ini.

Maret 2006. Lebih dari 2,100 warga Indian-Amerika di kawasan cagar alam Colville di Washington ikut dalam referendum. Lebih 60% persen penduduk menentang rencana penambangan molybdenum.

Pengalaman referendum lainnya atas pengelolaan sumber daya alam dilakukan di Cerro de San Pedro, Mexico sebuah referendum dengan 19.050 orang atau 97,6% dari pemilih memberi suara menolak proyek tambang San Xavie; Juni, 2002 di Tambogrande, bagian barat laut Peru, referendum komunitas secara resmi dilakukan pertama kali di dunia atas sebuah proyek tambang. Lebih dari 98%, sebagaian besar penduduk non-pribumi memilih menolak tambang emas dan tambaga perusahaan asal Kanada, Manhattan Minerals.

Partisipasi masyarakat penting lewat refendum atas kebijakan pembangunan yang berdampak besar adalah penting untuk dilakukan. Kerap kali, lembaga perwakilan tidak mencerminkan pendapat mayoritas warga terdampak. Minimnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan pembangunan menjadi faktor munculnya konflik, hal yang telah diakui oleh TAP MPR NO IX Tahun 2001 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Dalam sektor pertambangan, sebagai contoh, sepanjang tahun 2011 dan 2012 telah terjadi konflik pertambangan sebanyak 203 kasus di seluruh wilayah Indonesia.

Mahkamah Konstitusi dalam keputusannya atas perkara Nomor 32/PUU-VIII/2010 atas Uji Materi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara yang diajukan masyarakat sekitar tambang menyatakan bahwa pemerintah harus membuat mekanisme partisipasi masyarakat terdampak pertambangan dalam penetapan wilayah pertambangan.

Kini, adalah tugas Pemerintahan Jokowi yang didukung keterlibatan aktif banyak relawan, dengan inspirasi referendum Yunani, dapat melakukan revisi atas Peraturan Pemerintah tentang Wilayah Pertambangan, agar penetapan, wilayah pertambangan secara sepihak, pelelangan Wilayah Izin Usaha Pertambangan sepihak tidak dilanjutkan.

Dan praktik dan bentuk demokrasi di komunitas ditinggikan dengan memberikan ruang referendum lokal manakala sebuah daerah dijadikan menjadi kawasan pertambangan, perkebunan, dan bentuk pengelolaan lainnya yang berdampak besar. Demokrasi seharusnya membahagiakan kehidupan sehari-hari rakyat, karena dia (demos cratos) memang untuk rakyat, dan bukan prosedural 5 tahunan untuk faksi elit politik dan lembaga keuangan di belakangnya. [***]

Penulis adalah aktivis WALHI

RMOL: 209185 Memetik Pelajaran dari Negeri Dewa-Dewi