Jumat, 15 Januari 2016

Walhi soroti kebijakan investasi batu bara Jepang

Pewarta: Muhammad Razi Rahman


Dokumen foto kegiatan penambangan batu bara di Samarinda Timur, Kalimantan Timur.
(ANTARA/Muhammad Adimaja)

"Masyarakat sipil mengeritik kebijakan investasi Jepang dalam bentuk batu bara."

Jakarta (ANTARA News) - Lembaga swadaya masyarakat Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyoroti kebijakan investasi terkait kebijakan pengembangan industri batu bara dan pembangunan sejumlah proyek pembangkit listrik di berbagai daerah yang disokong negara Jepang.

"Masyarakat sipil mengeritik kebijakan investasi Jepang dalam bentuk batu bara," catat Kepala Unit Kajian Walhi, Pius Ginting, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Ia memaparkan, Jepang adalah negara utama pengguna energi surya, namun dirinya merasa heran karena negara tersebut mengekspor teknologi energi dalam bentuk teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara ke Indonesia.

Komisi Nasional dan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), menurut dia, pada 21 Desember 2015 telah menulis surat resmi ke Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe untuk meninjau kembali dukungan negara tersebut terhadap PLTU di Batang, Jawa Tengah, karena dugaan pelanggaran HAM dalam akuisisi lahan.

Selain itu, ia mengemukakan, perlawanan warga terhadap perampasan lahan di Batang sedang kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Menurut dia, lembaga keuangan dan perusahaan asal Jepang saat ini tengah gencar-gencarnya berekpansi dan menanamkan sahamnya di bidang batu bara dan pembangkit listrik di Indonesia.

Walhi menyatakan bahwa batu bara adalah sumber energi yang paling kotor karena menyebabkan pencemaran udara, air, dan penggundulan hutan di daerah sekitar pertambangan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Greenpeace Indonesia pada tahun 2015, batu bara yang dibakar di sejumlah PLTU di Indonesia memancarkan sejumlah polutan, seperti mono-nitrogen oksida (NOx) dan sulfur tri-oksida (SO3), kontibutor utama dalam pembentukan hujam asam dan polusi.

Mayoritas pembangkit listrik yang akan dibangun menggunakan tenaga uap dengan bahan bakar batu bara.

Sementara itu, Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PT PLN Persero) Sofyan Basir saat menyampaikan sambutan dalam pertemuan antara para kontraktor pembangkit tenaga listrik dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Presiden, Selasa (22 Desember 2015), mengatakan bahwa dari 17.340 Mega Watt (MW) pembangkit yang telah ditandatangani kontrak pembangunannya.

Kontrak pembangunan pembangkit itu, menurut dia, meliputi 4.291 MW menggunakan energi yang bersih dan terbarukan yaitu gas, air dan panas bumi.

"Selebihnya menggunakan batu bara dengan jumlah kapasitas mencapai 13.049 MW," demikian Sofyan Basir.

(T.M040/ )

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2016

http://www.antaranews.com/berita/540297/walhi-soroti-kebijakan-investasi-batu-bara-jepang

Hari Aksi Solidaritas bagi Warga Korban Investasi Energi Kotor Jepang

Yuuk gabung & berlawan.
15/01/2016 hari aksi solidaritas bagi warga korban investasi energi kotor Jepang.
Protes di Kedutaan Besar Jepang. Aksi Malari 15 Januari 2016 pukul 14.00.

Minggu, 10 Januari 2016

Walhi Segera Gugat Semua Aturan Wilayah Tambang




KBR, Jakarta - LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional bakal mengugat semua peraturan pemerintah tentang wilayah pertambangan yang sudah diterbitkan. Pasalnya menurut Direktur Kajian WALHI, Pius Ginting, semua peraturan pemerintah tentang wilayah pertambangan tidak menyertakan putusan Mahkamah Konstitusi soal terkait partisipasi warga dalam penetapan wilayah pertambangan atau hak veto rakyat yang tertera dalam Undang-Undang No 32 tahun 2009.

Selain itu, Walhi juga bakal melaporkan pemerintah kepada Ombudsman, lantaran tidak melayani publik dengan baik terkait hak warga di sekitar wilayah tambang.

“Ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi no 32 tahun 2009 bahwa pemerintah perlu membuat aturan tentang bagaimana masyarakat bisa setuju atau berpartisipasi manakala kawasan mereka dijadikan kawasan pertambangan. Nah, keputusannya sudah keluar tahun 2010, dan ini sudah berganti pemerintah, tapi belum melakuan atau mengeluarkan peraturan pemerintah tentang hak veto rakyat ini atau hak persetujuan rakyat,” ujarnya kepada KBR saat dihubungi, Minggu, 10 Januari 2016.

Pius Ginting menambahkan, referendum lokal telah banyak diadopsi di pelbagai negara kala penambangan masuk ke ruang hidup warga. Bahkan di Amerika Latin, komisi pemilu mereka memfasilitasi pelaksanaan referendum lokal tersebut.

http://portalkbr.com/headline/01-2016/walhi_segera_gugat_semua_aturan_wilayah_tambang/78188.html

https://soundcloud.com/audiokbr/walhi-segera-gugat-semua-aturan-wilayah-tambang

Sabtu, 09 Januari 2016

HAK VETO RAKYAT ATAS WILAYAH PERTAMBANGAN

Oleh: Pius Ginting
Bahan tambang harusnya tidak jadi komoditas.

Ketika jaman batu, tembaga, atau zaman perunggu dahulu kala, hampir tak ada persoalan lingkungan besar/parah karena penambangan. Karena bahan tambang hanya digunakan sebagai keperluan. Tidak jadi barang jualan.

Namun dorongan keuntungan memaksa para pengusaha menjual produk kendati pasar jenuh dan berlebih-lebihan. Lihatlah upaya penjualan seperti mobil (hampir 100% memakai produk tambang) lewat iklan, show tahunan kendati kota-kota telah macet.

Atau pembangunan perumahan megah besar (dan membutuhkan banyak semen, penambangan karst). Ironisnya, banyak rumah gedung megah tersebut kosong alias tak dihuni di kota besar. Sementara, rakyat di Pati, Rembang, Maros, dan lain-lain dipaksa meninggalkan ruang hidupnya demi tambang karst bahan semen.

Dilihat lebih mendalam, apapun komoditi industri tambangnya di jaman kapital ini (karena kita belum sampai ke tahap menciptakan sistem alternatif diluar sistem kapital), maka yang terpenting adalah: harus ada hak veto rakyat manakala terjadi kegiatan penambangan.

Hak veto rakyat, referendum lokal telah banyak diadopsi di beberapa negara kala penambangan masuk ke ruang hidup warga. Bahkan difasilitasi oleh KPU nya untuk pelaksanaan referendum lokal di sebuah negara di Amerika Latin.

WALHI dengan PBHI, KPA, Solidaritas Perempuan, Kiara pada tahun 2009 dengan warga Pati, Kulonprogo, Manggarai melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi agar ada hak veto rakyat atas ruang hidup mereka dari intrusi industri pertambangan jenis komoditi apapun (batubara, karst, nickel, emas, dll).

Mahkamah Konstitusi telah memutuskan dalam PUU No 32 tahun 2009 agar pemerintah membuat ketentuan partisipasi warga dalam penetapan wilayah pertambangan (hak veto rakyat).

Namun hingga rezim Nawacita, peraturan pemerintah tentang hak veto rakyat ini (mekanisme persetujuan rakyat atas wilayah pertambangan) belum diterbitkan.

Sebagaimana massa rakyat kendati diam terus menagih cita-cita merdeka: rakyat adil makmur dan sejahtera, ikut menciptakan perdamaian dunia; maka tagihan rakyat rakyat yang terkena/terdampak tambang (batubara, karst, emas, nikel, dll) akan terus mengangkat tinjunya: "Jangan tambang ruang hidup kami tanpa persetujuan kami. Dan saat kami menyatakan memilih bentuk ekonomi lain diluar pertambangan, hormati kedaulatan kami atas ruang hidup kami!"

Dan, kita ditagih untuk terus berjuang untuk melanjutkan perjuangan hak veto rakyat atas ruang hidup ini, dari intrusi industri pertambangan. [***]

Penulis adalah adalah aktivis WALHI.

http://rmol.co/read/2016/01/09/231174/Hak-Veto-Rakyat-Atas-Wilayah-Pertambangan-

Senin, 04 Januari 2016

Pembakar Hutan Divonis Bebas, Pius: Sinar Mas Sponsornya TNI, Pegang Kendalilah...

Palembang, Lensaberita.Net - Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Palembang yang menolak gugatan pemerintah terhadap anak perusahaan Group Sinar Mas, yakni, PT Bumi Mekar Hijau sebagai pelaku pembakaran lahan dan hutan yang mengakibatkan bencana asap masal di beberapa wilayah Sumatra dinilai telah melukai rasa keadilan bagi masyarakat.


meme Ketua Pengadilan Negeri Palembang


Manajer Kajian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Pius Ginting mengatakan, pernyataan Ketua majelis hakim, Parlas Nababan yang menyatakan bahwa kebakaran tak merusak lahan karena masih bisa ditumbuhi tanaman akasia adalah suatu pemikiran yang sesat. Karena, Hakim Parlas Nababan mengabaikan dampak yang dirasakan masyarakat korban asap kebakaran lahan dan hutan.

"Ini hakimnya gelap mata. Jelas-jelas ini adalah kejahatan lingkungan hidup. Ada 500 ribu orang jadi korban asap. Lalu, puluhan orang sudah meninggal. Lagipula Undang Undang mengamanahkan hak atas lingkungan hidup bagi masyarakat," ujar Pius saat dihubungi Rimanews, Senin (4/01/2016).

Kemenangan anak perusahaan Group Sinar Mas tersebut, menurut Pius, semakin memperjelas bahwa kedaulatan hukum telah dikangkangi oleh korporasi. Bahkan, negara-pun semakin tidak berdaya melawan kekuasaan pemilik modal.

"Sinar Mas kekuasaannya sungguh besar. Karena, pejabat di negeri ini terlalu banyak kompromi dan mau saja menerima bantuan apa-pun dari Sinar Mas. Misalnya, perayaan ulang tahun TNI diakomodir oleh Sinar Mas. Kalau sudah begitu kan, Sinar Mas bisa pegang kendali semuanya. Jadi, kalau soal masalah hukum saja hal yang terkecil, karena kekuasaan sudah dipegang," sesal Pius.

Sebagaimana diketahui, Pengadilan Negeri Palembang telah mengeluarkan keputusan sidang gugatan perdata terkait kasus Kebakatan Hutan dan Lahan (Karhutla) yang diduga dilakukan oleh PT Bumi Mekar Hijau (BMH), pada Rabu (30/12/2015). Hasilnya majelis hakim memenangkan tergugat dalam kasus tersebut.

Dengan demikian, gugatan perdata yang diajukan pemerintah sebesar Rp2,6 triliun untuk ganti rugi dan Rp5,2 triliun terhadap PT BMH sebagai biaya pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar gugur dengan sendirinya.

Ketua majelis hakim, Parlas Nababan menilai penggugat tak dapat membuktikan unsur kerugian negara yang dilayangkan. "Kehilangan keanekaragaman hayati tidak dapat dibuktikan," kata Parlas.

Para majelis hakim mempertimbangkan, lahan bekas terbakar masih bisa ditanami dan ditumbuhi kayu akasia. Majelis hakim bahkan menunjuk pihak ketiga, untuk melakukan penanaman.

Pertimbangan majelis hakim tersebut dibuktikan atau dikuatkan dengan hasil uji laboratorium yang diajukan PT BMH. Bukan hanya itu saja, anak perusahaan PT Sinar Mas itu juga dinyatakan tidak terlibat langsung dalam kasus kebakaran tersebut.

Majelis hakim beralasan bahwa ada pihak ketiga yang harus bertanggungjawab. Dengan demikian, tak ada hubungan kausal antara kesalahan dan kerugian akibat kebakaran hutan.

Terkait vonis itu, pihak KLHK mengaku kecewa. Padahal KLHK menilai PT BMH telah lalai dalam mengelola izin yang diberikan pemerintah, untuk mengelola lahan sebesar 20 ribu hektar di areal perkebunan.

Atas penolakan gugatan perdata itu, KLHK langsung mengajukan banding. Izin perusahaan pun sudah dibekukan.

SRC|TRC|SUMBER

http://www.lensaberita.net/2016/01/pembakar-hutan-divonis-bebas-pius-sinar.html