Rabu, 24 Februari 2016

Apresiasi Walhi Terhadap Kegiatan Sail of Journalist



Kegiatan Sail of Journalist yang merupakan salah satu kegiatan dalam Perayaan Hari Pers Nasional (HPN) 2016 beberapa waktu lalu turut mengkampanyekan gerakan tanpa sampah plastik.

Selain diapresiasi oleh Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli, kampanye tanpa sampah plastik dalam Sail of Journalist tersebut juga diapresiasi oleh Aktivis Wahana Lingkungan (Walhi).


http://www.rakyatmerdeka.tv/view/2016/02/24/882/Apresiasi-Walhi-Terhadap-Kegiatan-Sail-of-Journalist-

Senin, 22 Februari 2016

Maumere


Sawah, anak perempuan, di Maumere.
Yessi (anak perempuan, kelas 3 SD) bersama neneknya bekerja di sawah. Yessi dan jutaan Yessi lainnya bersama ikut berperan demi pangan kita, termasuk pangan bagi perempuan kelas atas dan perempuan menengah atas.
Tidak ada kerja ringan di atas tanah dan sawah dibawah terik matahari.
Berharap pemerintah perhatikan kesejahteraan petani agar anak petani semua jadi Doktor pertanian, pintar main musik, berbudaya.
Agar tidak ada yang tertinggal di belakang dalam hal pendidikan, kesehatan, budaya yang dimonopoli oleh kelas atas, termasuk oleh perempuan kelas atas.
Dan kita aktivis laki laki selalu bersolidaritas buat perbaikan kesejahteraan, pendidikan, budaya kelas bawah. Khususnya perempuan kelas bawah yang di banyak komunitas berada di piramida sosial terbawah. Sekutu saudari kami kelas bawah adalah kita para aktivis laki laki yang berjuang untuk perbaikan kemanusiaan, meng "wong" kelas bawah.
*permenungan sepulang dari sawah: eco feminis berbasis kelas.
Dikirim oleh Bung Pius Ginting pada 20 Februari 2016


Hari iniku bersama teman~teman di Maumere dan Tanjung Kajuwulu

#Asupanenergi
#membiasakandenganangin
#diperjalananyangmeninggianginmakinkencang
Dikirim oleh Umbu Wulang TaPa pada 20 Februari 2016


Uupss...naik gunung, lalu turun ke pantai sampai berkeringat :)
Dikirim oleh Bung Pius Ginting pada 21 Februari 2016

Kajian Koalisi Perlihatkan Kinerja Pemda Jalankan Korsup Minerba Masih Rendah


Danau tambang timah yang ditinggal begitu saja tanpa reklamasi di Bangka Belitung. Foto: Sapariah Saturi


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan selama dua tahun terakhir ada 721 izin pertambangan dicabut atau tidak diperpanjang. Sekitar 70% izin pertambangan batubara luas sekitar 2 juta hektar. Pencabutan ini bagian koordinasi dan supervisi mineral dan batubara (Korsup Minerba) KPK. Koalisi Anti Mafia Tambang, yang terdiri dari Walhi, Yayasan Auriga, Jatam, YLBHI, SAINS dan lain-lain, menilai kinerja pmerintah daerah dalam melaksanakan Korsup Minerba belum apa-apa karena perbaikan tata kelola pertambangan belum berjalan signifikan.

“Izin dicabut atau tidak dilanjutkan hanya 20% dari total yang direkomendasikan untuk ditutup. Beberapa di kawasan hutan tanpa izin pinjam pakai bahkan daerah konservasi,” kata Timer Manurung, aktivis Auriga, di Jakarta, pekan lalu.

Pada 2014, KPK menginisasi Korsup Minerba. Upaya itu untuk mencegah korupsi di 12 provinsi yakni, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Lalu Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Pada 12 provinsi ini ada 10.918 izin usaha pertambangan (69%) dari total seluruh Indonesia.

Koalisi menilai kinerja pemda dari beberapa aspek seperti penataan IUP, kewajiban keuangan pelaku usaha, pengawasan produksi, kewajiban pengelolaan, serta pengawasan penjualan.

“Jambi paling baik dalam indikator mengurangi tambang yang non clear and clean. Paling buruk Kalsel,” kata Pius Ginting, aktivis Walhi Nasional.

Menurut catatan, pengurangan IUP Jambi non CnC 98 atau 49%, Kalsel tak ada sama sekali, Sulawesi Tenggara (74 IUP, 40%), Sumsel (32 IUP, 39%), Sulteng (65 IUP, 33%), Kepulauan Riau (15 IUP, 32%), Kaltim (94 IUP, 21%), Kalbar (20 IUP, 6%), Maluku Utara (lima IUP, 5%), Kalteng (13 IUP, 4%), Sulsel (enam IUP, 2%). Lalu, Bangka Belitung mengurangi IUP 117 (17% ).

“Sebenarnya gak bagus-bagus amat. Hampir tak ada setengahnya. Meskipun Jambi provinsi terbaikpun itu tak ada setengahnya mengurangi izin-izin bermasalah dalam administratif juga tumpang tindih wilayah izin tambang lain. Ditambang kewajiban keuangan masih ada, belum dibayarkan,” katanya.

Kalsel, katanya, belum menunjukkan respon baik dalam mengurus izin pertambangan non CnC. Padahal periode menindaklanjuti IUP non CnC sudah delapan gelombang.

“Ini hanya melihat tumpang tindih antara satu perizinan dengan perizinan lain. Belum tumpang tindih dengan kawasan konservasi,” katanya.


Beginilah penampakan pasca-pengurasan timah. Tinggallah limbah, kawasan itu menjadi gersang. Pepohonan seakan enggan tumbuh. Foto: Sapariah Saturi

Dia mendesak, pemerintah mencabut seluruh IUP non CnC. Pencabutan IUP, seharusnya tak sekaligus membuat kewajiban perusahaan hilang. Misal perusahaan masuk tahap produksi dan kerusakan lingkungan, harus membayar atau reklamasi di bekas tambang. Begitu juga perusahaan masuk tahap eksplorasi, harus membayar dana landrent.

Perusahaan tambang bermasalah, katanya erat kaitan dengan praktik korupsi karena diduga kuat bermasalah dalam pemberian izin.

Manurung mengatakan, seharusnya pemerintah mengeluarkan daftar perusahaan-perusahaan IUP non CnC agar dinyatakan sebagai pelaku usaha buruk pertambangan. Sejauh ini, pemerintah belum melakukan.

“Agar perusahaan-perusahaan itu tak mendapatkan izin pertambangan di tempat baru. Bahkan nama-nama orang juga grup harus dibuka.”

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berjanji menyelesaikan permasalahan 3.966 IUP bermasalah Mei tahun ini.

Dari tumpang tindih dengan kawasan konservasi, kinerja terbaik Sulteng. IUP di konservasi Sulteng 98,1%, kini tersisa 5.697,08 hektar, sebelumnya 299.666 hektar.

Provinsi lain, Sulsel 17.159,11 menjadi 5.146,5 hektar, Jambi (7.401,17 menjadi 6.300,22 hektar), Kalteng (8.987,70 menjadi 8.315,28), Kalsel (12.422,60 menjadi 12.336,79), Maluku Utara (8.110,60 menjadi 8.055,79), Bangka Belitung (3.268,49 menjadi 3.246,65 hektar).

Beberapa provinsi justru IUP bertambah di kawasan konservasi seperti Kepri (dari nol menjadi 133,60 hektar), Sumsel (932,64 menjadi 6.292,67 hektar) ,Kalbar (101,31 menjadi 2.531,74), Kaltim (4.299,96 menjadi 97.756,13),dan Sultra (2.224,39 menjadi 2.227,67 hektar).

Dari kewajiban pembayaran keuangan (royality), kinerja terbaik dengan piutang terendah Kalsel (Rp231 juta), Kepri Rp4,6 miliar dan Babel Rp11,1 miliar. Provinsi piutang royality terbanyak Kaltim Rp82,6 miliar.

“Kami mendesak pemerintah verifikasi data dan menguji kebenaran kewajiban keuangan. Tagih seluruh tunggakan piutang. Juga harus penghentian produksi sebelum piutang dibayarkan,” katanya.

Dari pengawasan produksi, penilaian Koalisi memperlihatkan Kalteng terbaik dengan indeks 35,7%. Dari 15 kabupaten, 9 tak melaporkan pengawasan produksi. Terburuk Jambi 0%. Jambi dinilai sama sekali tak melakukan pengawasan. Delapan kabupaten di Jambi tak lapor.“Dapat diasumsikan sebagian besar produksi hasil tambang IUP tidak pernah verifikasi pemerintah.”

Provinsi lain, Babel enam tidak ada laporan, Kepri (7), Sulteng (2), Kaltim (9), Sultra (9), Maluku utara (6), Kalsel (6), Sumsel (11), Kalbar (11), Kalsel (13).

Aspek pengawasan pengolahan, Sulteng terbaik dengan indeks 20%, terburuk Babel, Jambi, dan Kalsel dengan indeks 0%. Sisi pengawasan penjualan terbaik Kepri dengan indeks 30% dan terburuk Jambi 0%.

“Pemerintah tak memiliki instrumen andal memverifikasi validitas laporan produksi dan pajak perusahaan.”

Selama periode pengawasan, katanya, penerimaan negara sektor batubara mineral naik Rp10 triliun. “Walau angka besar, tidak cukup, kerugian negara tinggi. Kita perlu meningkatkan pengawasan sektor pertambangan,” kata Manurung.




Lubang tambang maut milik PT. Cakra yang berada di di Dusun Serbaya, Desa Sebulu Modern, Kecamatan Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, ini yang telah merenggut nyawa Rian. Lubang tambang ditunggal begitu saja tanpa reklamasi. Mana pengawasan pemerintah? Foto: Jatam Kaltim
Indra Nugraha, Jakarta

Tentang Dukungan Organisasi Lingkungan Hidup bagi Partai Hijau


Dalam kesempatan mengungkapkan pikiran dan gagasan tentang gagasan organisasi lingkungan hidup ke depan di PDLH WALHI NTT saya mengungkapkan secara terbuka di depan kawan-kawan peserta perlunya organisasi lingkungan hidup mendukung Partai Hijau.
Sejak tahun 1980 organisasi lingkungan hidup sudah membawa beragam persoalan ke DPR, dan eksekutif di daerah dan pusat. Yang diisi oleh partai-partai yang karakter pembelaan lingkungannya tidak solid. Beragam kebijakan silih berganti keluar dari parlemen pusat dan daerah yang tak berpihak pada rakyat.
Karenanya, perjuangan organisasi kita harus diperkaya strateginya dengan strategi politik lingkungan. Melengkapi organisasi lingkungan dengan Partai Hijau. Dan karena oligarki di Indonesia membatasi kemunculan partai alternatif, semua organisasi dan aktivis lingkungan perlu mendukung perluasan dan memajukan kualitas Partai Hijau di Indonesia.
Partai Hijau di Indonesia berbeda kekuatan dengan Partai Hijau Australia. Yang di negeri tersebut tersebut Partai Hijau telah kuat, bahkan bisa lebih kuat dengan organisasi lingkungannya seperti Friends of the Earth Sydney yang justru harus memakai gedung kompleks Partai Hijau di Sydney. Sementara itu di Indonesia, hambatan kekuatan mainstream menghambat kekuatan alternatif dalam politik membuat Partai Hijau Indonesia perlu kita dukung bersama.
WALHI secara kelembagaan secara administratif bukan onderbow Partai Politik. Tapi dalam dukungan dan solidaritas, kita para aktivis dan organisasi lingkungan tak bisa mengabaikan Partai Hijau Indonesia. Menunda-nunda dukungan serius pembentukan Partai Hijau dan partai alternatif lainnya memperlama rakyat tertatih tertatih dalam struktur negara yang strukturnya diiisi oleh personel politik yang tidak solid pendiriannya dalam menghentinkan agenda penyelamatan lingkungan hidup.
Dikirim oleh Bung Pius Ginting pada 22 Februari 2016

Kamis, 18 Februari 2016

Pemda Bandel soal Tambang

KPK agar Sentuh Kontrak Karya dan PKP2B


JAKARTA, KOMPAS - Dua tahun berjalan, pelaksanaan rencana aksi pemerintah daerah dalam Koordinasi dan Supervisi Mineral dan Batubara belum menunjukkan perbaikan tata kelola pertambangan yang signifikan. Pengawasan aktivitas tambang di daerah masih lemah.

Temuan itu dari kajian dan Indeks Koalisi Anti-Mafia Tambang atas pelaksanaan Koordinasi dan Supervisi Mineral dan Batubara Komisi Pemberantasan Korupsi (Korsup Minerba KPK). Koalisi terdiri dari Walhi, Auriga, Jatam, YLBHI, SAINS, dan organisasi kemasyarakatan di daerah.

Tahap pertama, Korsup Minerba diikuti 12 pemprov yang daerahnya menerbitkan 69 persen daeri 10918 izin usaha pertambangan (IUP), yaitu Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Maluku Utara. Koalisi mengkaji sisi perizinan, keuangan, pengawasan produksi, pengolahan, dan penjualan.

Pius Ginting dari Eksekutif Nasional Walhi, Rabu (17/2), di Jakarta, mengatakan, penataan perizinan non clean and clear (CnC) Pemprov Kalsel terburuk. Dari 441 IUP non-CnC tidak ada yang diselesaikan atau dikenai sanksi.

CnC berarti kegiatan pertambangan tak tumpang tindih dengan izin dan punya dokumen lingkungan. Nilai CnC terbaik diperoleh Jambi yang menertibkan 49 persen IUP non-CnC. Dari 398 IUP di Jambi pada 2014, sebanyak 198 IUP non-CnC kini jadi 100 IUP non-CnC.

"Pemerintah agar mengeluarkan daftar hitam pelaku usaha pertambangan, seperti nama pemilik, grup, dan pengurus perusahaan."
Timer Manurung


Total setelah Korsup Minerba dijalankan, 721 IUP dicabut atau tidak diperpanjang di 12 provinsi itu. Lebih dari setengahnya izin tambang batubara. Izin yang dicabut sekitar 2 juta hektar.

"Cukup waktu buat IUP non-CnC. Cabut semua IUP non-CnC dan pastikan kewajiban keuangan dipenuhi setelah dicabut," kata Timer Manurung, pendiri Yayasan Auriga, LSM yang bergerak di isu pelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam.

Terkait itu, Kementerian ESDM akan menuntaskan 3966 izin usaha pertambangan yang masih bermasalah (non-CnC) pada Mei 2016 (Kompas, 16/2).

Timer menekankan agar pemerintah mengeluarkan daftar hitam pelaku usaha pertambangan, seperti nama pemilik, grup, dan pengurus perusahaan. Tujuannya agar hanya pertambangan yang baik dan bertanggung jawab yang beroperasi.

Dari sisi tumpang tindih dengan kawasan hutan, khususnya kawasan konservasi, Pius menyebutkan, Sulawesi Tengah terbaik dengan pengurangan luas IUP di kawasan konservasi mencapai 98,1 persen atau tersisa 5000 hektar. Sementara kinerja terburuk atau 0 persen di Kepri, Sumsel, Kalbar, Kaltim, dan Sultra. Tumpang tindih terluas di kawasan konservasi ada di Kaltim seluas 97.000 ha.

Di sisi lain, ditemukan peningkatan tumpang tindih IUP dengan kawasan hutan setelah implementasi Korsup Minerba. Peningkatan lahan tumpang tindih dalam kawasan hutan konservasi terjadi di Riau (dari 0 jadi 133,60 ha), Sumatera Selatan (dari 932,64 jadi 6.292,67 ha), dan Sulawesi Tenggara (dari 2.224,39 jadi 2.227,67 ha).

Dari sisi keuangan iuran produksi (royalti), piutang royalti terendah (2014) adalah Kalsel (Rp 231 juta), Kepri (Rp 4,6 miliar), dan Babel (Rp 11,1 miliar). Piutang tertinggi di Kaltim (Rp 82,6 miliar).

Koalisi mendesak produksi pertambangan dihentikan sebelum piutang dibayar. "Pemerintah perlu memverifikasi data produksi untuk menguji kebenaran kewajiban keuangan," ujarnya.

Sayangnya, kajian koalisi menunjukkan produksi hasil tambang pemilik IUP minim verifikasi pemda. Kinerja terbaik di Kalteng (35,71 persen) serta terburuk Jambi (0 persen) dan Sulsel (2,5 persen).

Menurut Timer, momen penurunan harga komoditas tambang harus bisa dimanfaatkan bagi pembenahan tata kelola dan keuangan pertambangan. "Kekuatan (finansial) mereka baru lemah," katanyaseraya menunjukkan kasus korupsi pertambangan yang terkait kekuasaan politik, birokrasi, dan aparat.

Ia berharap KPK dan penegak hukum lain mengedepankan kasus-kasus sumber daya alam, termasuk kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) yang dipastikan akan mengembalikan kerugian negara. Selain itu, mengurangi berbagai ancaman bencana akibat aktivitas tambang merusak. (ICH/ISW)

http://print.kompas.com/baca/2016/02/18/Pemda-Bandel-soal-Tambang

Selasa, 16 Februari 2016

Potret Industri Tambang: Izin Abal-abal dan Tidak Reklamasi


Danau bekas galian tambang terlihat dari udara di Kalimantan Timur, 18 November 2015. ANTARA/ Wahyu Putro A

TEMPO.CO, Jakarta - Potret buram sebagian bisnis tambang di Tanah Air tergambar dalam Indeks Kinerja Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Rencana Aksi Koordinasi dan Supervisi Mineral dan Pertambangan.

"Salah satu temuan kami, lebih dari 90 persen tidak membayar biaya jaminan reklamasi," kata Pius Ginting, juru bicara Koalisi Anti-Mafia Tambang pada Selasa, 16 Februari 2016.

Indeks ini diinisiasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 6 Februari 2014 dan dilakukan oleh Koalisi Anti-Mafia Tambang di 12 provinsi. Koalisi terdiri dari Walhi, Jatam, Auriga, PWYP, Article 33, ICW, Sampan dan Jikalahari.

Pada Senin, 15 Februari 2016, KPK mengundang Gubernur dari 12 provinsi untuk mendengar hasil dari proses supervisi di wilayahnya dan membahas langkah-langkah aksi berikutnya. Mereka juga disajikan Indeks Kinerja, yang disusun Koalisi Anti-Mafia Tambang.

Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2010 tentang reklamasi dan pascatambang menjelaskan bahaya kerusakan lingkungan jangka panjang dari usaha pertambangan.

Aturan ini mewajibkan bagi setiap orang/perusahaan yang melakukan penambangan untuk melakukan reklamasi. Perusahaan harus menyusun rencana reklamasi, menyimpan jaminan reklamasi, dan melakukan pelaporan secara berkala kepada pemerintah.

"Kenyataannya, banyak bekas lubang tambang hanya ditinggalkan begitu saja, dan mengakibatkan kecelakaan fatal dan bencana lingkungan. Di Kalimantan Timur, setidaknya 19 anak tenggelam dan tewas di lubang tambang yang ditinggalkan sejak tahun 2011," kata Pius yang jadi pengurus Walhi.

Temuan lain menyangkut tumpang tindih izin usaha pertambangan (IUP) dengan kawasan hutan konservasi. Di Kalimantan Timur, ada 97.000 hektare (ha) konsesi tambang yang tumpang tindih. Di Kalimantan Selatan ada 12.000 ha, Maluku Utara ada 8.000 ha, dan Kalimantan Tengah ada 8.000 ha.

Lalu di Sumatera Selatan ada 6.000, Jambi ada 6.000 ha, Sulawesi Tengah ada 5.000 ha dan Sulawesi Selatan ada 5.000 ha. Berdasarkan temuan itu, Koalisi meminta aparat melakukan penegakan hukum terhadap seluruh pertambangan yang beroperasi di dalam kawasan hutan konservasi.

Koalisi juga menemukan banyak IUP yang statusnya non CNC (non clear and clear) atau legalitasnya secara administratif tidak dapat dipertanggungjawabkan atau bermasalah. Di Kalimantan Selatan ada 441 unit, Bangka Belitung (484), Kalimantan Tengah (298), Kalimantan Barat (292), Sulawesi Selatan (236), Sulawesi Tengah (134) dan Sulawesi Tenggara (110).

"Kami mendesak pemerintah daerah dan pusat segera mencabut seluruh IUP pertambangan yang non CNC," kata Pius Ginting. KPK memang mengumumkan bahwa selama dua tahun terakhir ada 721 izin pertambangan yang dicabut atau tidak diperpanjang di 12 provinsi, di mana 70% adalah untuk pertambangan batubara.

Koalisi Anti Mafia Tambang menyerukan kepada KPK untuk melanjutkan pengawasan terhadap sektor mineral dan batubara untuk memastikan reformasi tata kelola secara total. Karena hanya sebagian kecil yang tercakup dalam tahap pertama koordinasi dan supervisi mineral batubara oleh KPK.

"KPK harus menunjukkan keseriusannya dengan melanjutkan dan meningkatkan juga untuk Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang mencapai lebih dari 70% dari produksi nasional," kata Pius Ginting.


UNTUNG WIDYANTO

https://nasional.tempo.co/read/news/2016/02/16/206745399/potret-industri-tambang-izin-abal-abal-dan-tidak-reklamasi

Senin, 15 Februari 2016

NGOs Calls for Tougher Supervision on Mining Permit Issuance



TEMPO.CO, Jakarta - The Anti-Mining-Mafia coalition - which consists of the Indonesian Forum for the Environment (Walhi), Auriga Foundation, SAINS and regional non-governmental organisation SAMPAN - has called on the Corruption Eradication Commission (KPK) to tighten their supervision on the legality of permits issued to companies in the minerals and coal sector, in order to prove the anti-graft institutions commitment to increase transparency and good-governance in Indonesia.
"Only a small fraction is covered in the first stage of the KPK's Mining Supervision Process [Korsup Minerba]," said the Coalition's spokesperson, Pius Ginting. "KPK should show their commitment by increasing coordination and supervision of the mining sector, and increase its' involvement by monitoring of Contract of Work (KK) permits and Coal Contract of Work concessions (PKP2B) which account for more than 70 percent of national production."The statement was released after KPK announced on Monday, February 15, 2016, that over the past two years, 721 mining permits were revoked or not extended across 12 provinces after Korsup Minerba found irregularities and indications of corruption in almost 70 percent of the permits issued for coal and mineral mining companies by the government.

To socialize their findings and synchronise KPK's efforts to reform the sector, governors from all across Indonesia were invited to the KPK on Monday - but out of the 32 Governors invited by KPK, only 12 attended the event, namely the governors of Riau, South Sumatera, Bangka-Belitung, Jambi, West Kalimantan, Central Kalimantan, South Kalimantan, East Kalimantan, North Kalimantan, South Sulawesi, Central Sulawesi, Southeast Sulawesi, and North Maluku. They were also presented a scorecard on their performance, as compiled by the Anti-Mining-Mafia Coalition.

Central Sulawesi came out with the highest performance with 12 permits revoked and significant reduction of overlap of mining operations with conservation areas and an index score of 68. South Kalimantan came last with only one problematic permit revoked and an index score of 32.

The coalition demands KPK to sanction companies that do not comply with existing regulations and called on the anti-graft institution to increase their cooperation with other law-enforcement agencies in increase the efficiency of their efforts.

"The number of permits revoked or not continued so far amounts to around only 20 percent of the total amount that had been recommended for termination. Many mining permits has no clean-and-clear (CNC) status, or problematic in one way or another. Some are operating in forest areas without permit to utilise and some are located in conservation areas," said Timer Manurung from the Anti-Mining-Mafia coalition."Furthermore, the government has no means to verify the validity of company’s production and tax reports. During the supervision period, the government's managed to reap some Rp10 trillion in profits from the minerals and coal sector in the 12 provinces. This is not enough - state losses are still high, and supervision of the mining sector still needs to be ramped up," Timer continued.

The Coalition also demanded that the government pay more attention to the environmental and social impact of the sector - which the Coalition believes the government has almost completely left out of the equation, in discussions relating to the industry.

"Many former mine pits are simply left abandoned, causing fatal accidents and environmental disaster. In East Kalimantan alone, at least 19 children have drowned in abandoned mine pits since 2011," said Pius.

RA

http://en.tempo.co/read/news/2016/02/15/055745159/NGOs-Calls-for-Tougher-Supervision-on-Mining-Permit-Issuance

Rapat Bersama Dua Menteri, KPK Siap Usut 3.966 Izin Tambang

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo menyambangi gedung KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Senin, 15 Februari 2016. Mereka berdua datang di KPK sekitar pukul 09.25 WIB.

Sudirman dan Tjahjo hadir bersama sejumlah bawahannya. Pada waktu yang sama hadir pula sejumlah gubernur, salah satu yang terlihat adalah Gubernur Jambi Zumi Zola di gedung KPK. “Koordinasi dan supervisi mineral batubara dan energi,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada Tempo melalui pesan singkat, ketika dikonfirmasi kedatangan dua menteri tersebut.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak mengatakan pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari koordinasi supervisi masalah izin usaha pertambangan. Yuyuk menuturkan, rapat dihadiri oleh 32 gubernur seluruh Indonesia, “Minus DKI Jakarta dan Bali karena tidak ada usaha pertambangan.”

Adapun rapat tersebut diagendakan mulai pukul 09.00 hingga 12.00. Namun karena para pejabat tersebut terlambat datang, maka rapat baru dimulai pukul 10.00. “Rapat sampai pukul 13.00,” ucap Yuyuk.

Selain Sudirman dan Tjahjo, hadir pula sejumlah pejabat terkait, seperti Direktur Jenderal Migas, Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Minerba, dan Kementerian ESDM, Bambang Gatot.

Dalam konferensi pers, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, lembaganya akan mengusut sebanyak 3.966 Izin Usaha Pertambangan (IUP). Karena belum memenuhi status clean and clear, rencana itu dimatangkan melalui fungsi koordinasi supervisi bersama antara KPK dengan Kementerian ESDM dan Kementerian Dalam Negeri.

"Awalnya ada sekitar 5.000 IUP, dan sudah lebih 1.000 diselesaikan, ada 3.966 IUP yang masih harus diselesaikan hingga Mei 2016. Waktunya singkat dan terhadap 3.966 IUP ini akan kami teliti didampingi Kementerian ESDM untuk turun ke bawah," kata Ketua.

Konferensi pers dihadiri Menteri ESDM Sudirman Said, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, perwakilan Koalisi Anti Mafia Pertambangan Pius Ginting dan Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan. Koordinasi supervisi ini merupakan pertemuan rutin Pengelolaan Mineral dan Batu Bara yang berlangsung sejak 2011.

"Mungkin nanti ada yang dicabut IUP dan kalau ada indikasi korupsi maka KPK akan proses. Waktu yang singkat sampai 12 Mei 2016 adalah peringatan bagi teman-teman di lapangan untuk 3.966 IUP bermasalah agar mereka menyelesaikan apa hal yang harus diselesaikan," tambah Agus.

BAGUS PRASETIYO | ANTARA

https://nasional.tempo.co/read/news/2016/02/15/063745047/rapat-bersama-dua-menteri-kpk-siap-usut-3-966-izin-tambang

Sulteng Jadi Provinsi dengan Pembenahan Minerba Paling Baik

Sedangkan provinsi dengan pembenahan paling buruk adalah Provinsi Kalimantan Timur



Pertambangan batubara. (Foto: Istimewa)
JAKARTA, JITUNEWS.COM - Dari catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mendapat predikat sebagai wilayah dengan perbaikan pembenahan sektor industri mineral dan batu bara (minerba) paling tinggi.

Koalisi Anti-Mafia Tambang, Pius Ginting mengatakan, Pemerintah Daerah (Pemda) Sultehg telah berhasil menyelesaikan banyak persoalan tumpang tindih perizinan lahan tambang yang berada dalam kawasan konservasi.

"Dalam indeks yang kami buat selama Korsup (Kordinasi dan Supervisi) minerba ini, provinsi yang paling mencatat perbaikan adalah Provinsi Sulawesi Tengah. Dalam artian provinsi tersebut banyak mengatasi persoalan tumpang tindih perizinan dalam kawasan konservasi," ungkap Pius kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (15/2).

Sementara itu, Pius mengakui, provinsi yang tercatat sebagai provinsi dengan pembenahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) paling buruk adalah Kalimantan Timur (Kaltim).

Hal tersebut ditegaskannya melalui bukti sebanyak 97 ribu hektar (ha) lahan pertambangan yang masih masuk dalam kawasan konservasi. Dirinya menghimbau, agar Pemda Kaltim segera berbenah menertibkan para pemegang IUP tersebut.

"Provinsi yang harus berbenah banyak adalah provinsi Kalimantan Timur. Dimana terdapat 97 ribu hektar pertambangan masih dalam kawasan konservasi," tutup Pius.

Penulis : Citra Fitri Mardiana
Editor : Deni Muhtarudin



http://www.jitunews.com/read/31040/sulteng-jadi-provinsi-dengan-pembenahan-minerba-paling-baik

Belum Semua Kepala Daerah Selesaikan Tumpang Tindih Lahan Tambang


Menteri ESDM Sudirman Said (ketiga kanan), Mendagri Tjahjo Kumolo (ketiga kiri), Ketua KPK Agus Rahardjo (kedua kanan), Koordinator Koalisi Anti Mafia Tambang Pius Ginting (kanan), Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan (kedua kiri) dan Dirjen Minerba KESDM Bambang Gatot Ariyono (kiri) memberikan keterangan pers hasil rapat koordinasi di Gedung KPK, Jakarta, 16 Februari 2016. (Antara/Widodo S Jusuf)

Jakarta - Koalisi Anti-Mafia Tambang mengungkapkan penataan sektor pertambangan mineral dan batu bara belum sepenuhnya dilakukan oleh kepala daerah. Masih ada lahan pertambangan seluas 97.000 hektare (ha) yang masuk dalam kawasan konservasi.

Pius Ginting dari Koalisi Anti-Mafia Tambang mengatakan pihaknya menyusun indeks selama kegiatan koordinasi dan supervisi digelar sejak 2014 kemarin. Dia kemudian membeberkan hasil indeks tersebut.

"Dalam indeks yang kami buat selama koordinasi dan supervisi minerba ini, provinsi yang paling mencatat perbaikan adalah Sulawesi Tengah," kata Pius di Jakarta, Senin (15/2).

Direktur Kajian Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) itu menuturkan kepala daerah Sulawesi Tengah tercatat banyak mengatasi persoalan tumpang tindih perizinan. Dalam hal ini tumpang tindih izin tambang dengan kawasan konservasi. Selain itu Pius membeberkan provinsi yang belum signifikan melakukan penataan sektor pertambangan.

"Sementara provinsi yang harus berbenah banyak adalah Kalimantan Timur. Masih terdapat 97.000 ha pertambangan masih dalam kawasan konservasi," ujarnya.

Pemerintah memasang target penataan pertambangan mineral dan batubara rampung pada 12 Mei mendatang. Setidaknya ada 3.966 izin usaha pertambangan (IUP) yang masih bermasalah.

Rangga Prakoso/WBP

http://www.beritasatu.com/industri-perdagangan/349360-belum-semua-kepala-daerah-selesaikan-tumpang-tindih-lahan-tambang.html

Pengawasan Industri Pertambangan Harus Diperketat

ANTARA/Kasriadi

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mencabut 721 izin pertambangan di 12 provinsi karena permasalahan legalitas dan korupsi. Namun, sejumlah lembaga swadaya masyarakat menilai jumlah tersebut belum cukup.

Kedua belas provinsi tersebut adalah Riau, Sumatera Selatan, Bangka-Belitung, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara.

"Jumlah izin dicabut atau tidak dilanjutkan sejauh ini hanya sekitar 20% dari total jumlah yang direkomendasikan untuk ditutup dan belum clean and clear. Beberapa di antaranya beroperasi di kawasan hutan tanpa izin pinjam pakai dan beberapa berada di daerah konservasi," ucap Timer Manurung dari Koalisi Anti-Mafia Tambang dalam rilis yang diterima, Senin (15/2).

Untuk itu, lanjut Timer, koalisi menuntut KPK untuk memberikan sanksi kepada perusahaan yang tidak mematuhi peraturan dan menyerukan kepada KPK untuk meningkatkan kolaborasi dengan lembaga penegak hukum lainnya. Pasalnya, tata kelola yang buruk di sektor tersebut dinilai menjadi masalah yang serius. Banyak perusahaan pertambangan mulai beroperasi tanpa memberikan jaminan reklamasi.

Perwakilan Koalisi lainnya, Pius Ginting menyatakan masih banyak bekas lubang tambang hanya ditinggalkan begitu saja dan mengakibatkan kecelakaan fatal dan bencana lingkungan. "Di Kalimantan Timur, setidaknya 19 anak tenggelam dan tewas di lubang tambang yang ditinggalkan sejak 2011," kata Pius.

KPK mengumumkan selama dua tahun terakhir, 721 izin pertambangan dicabut atau tidak diperpanjang di 12 provinsi, 70% di antaranya adalah untuk pertambangan batubara. Pencabutan ini adalah bagian dari proses koordinasi dan supervisi (Korsup Minerba) KPK.

"Hanya sebagian kecil yang tercakup dalam tahap pertama Korsup Minerba. KPK harus menunjukkan keseriusan mereka dengan melanjutkan koordinasi dan supervisi sektor pertambangan dan meningkatkan tingkatnya untuk juga mencakup Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang mencapai lebih dari 70% dari produksi nasional," terang Pius. (OL-2)

http://www.mediaindonesia.com/news/read/28858/pengawasan-industri-pertambangan-harus-diperketat/2016-02-15

Koalisi: Sulteng Terbaik Selesaikan Tumpang Tindih IUP Minerba

Jakarta, GATRAnews - Koalisi Antimafia Tambang menilai Sulawesi Tengah (Sulteng) merupakan provinsi terbaik dalam memperbaiki tumpang tindih Izin Usaha Pertambangan (IUP) di bidang mineral dan batubara (Minerba).

"Indeks provinsi yang kami buat dalam Korsup minerba, provinsi yang paling mencatat perbaikan adalah Sulawesi Tengah," kata Pius Ginting, Ketua Koalisi Antimafia Tambang dalam konferensi pers bersama pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mendagri, Men-ESDM, dan puluhan gubernur di KPK, Jakarta, Senin (15/2).

Menurut Pius, IUP itu di antaranya tumpang tindih dengan wilayah konservasi. Provinsi Sulteng melakukan pembenahan. "Dalam artian, provinsi banyak mengatasi persoalan tumpang tindih perizinan dengan konservasi," ujarnya.

Sedangkan yang terburuk dalam menyelesaikan tumpang tindih IUP Minerba, adalah Kalimantan Timur (Kaltim). Koalisi Antimafia Tambang mencatat ada 97.000 izin pertambangan yang tumpang tindih dengan konservasi dan harus dibenahi.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo tidak menampik banyaknya izin pertambangan yang tumpang tindih di berbagai wilayah Indonesia. Bahkan, untuk satu area atau kawasan bisa terdapat 4-5 izin.

"Ada 1 area saja 4-5 izin bisa diterbitkan," ujarnya. Ia menambahkan, pihaknya menyambut baik ide KPK untuk memperbaiki IUP Minerba yang tumpang tindih tersebut.

"Izin Minerba dan hutan, pertanian ini paling rawan. Untuk mewujudkan tata kelola yang lebih baik, Kemendagri siap untuk dukung langkah-langkah agar tata kelola lebih baik," ujarnya.

Reporter: Iwan Sutiawan

KPK Usut 3966 Izin Tambang Bermasalah


Menteri ESDM Sudirman Said (ketiga kanan), Mendagri Tjahjo Kumolo (ketiga kiri),
Ketua KPK Agus Rahardjo (kedua kanan), Koordinator Koalisi Anti-Mafia Tambang Pius Ginting (kanan),
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan (kedua kiri) dan Dirjen Minerba KESDM Bambang Gatot Ariyono (kiri) memberikan keterangan pers.

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Jakarta (ANTARA News) - KPK akan mengusut 3.966 izin usaha pertambangan (IUP) yang belum memenuhi status clean and clear melalui fungsi koordinasi supervisi yang dilakukan bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Dalam Negeri.

"Awalnya ada sekitar 5.000 IUP, dan sudah lebih 1.000 diselesaikan, ada 3.966 IUP yang masih harus diselesaikan hingga Mei 2016. Waktunya singkat dan terhadap 3.966 IUP ini akan kami teliti didampingi Kementerian ESDM untuk turun ke bawah," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Senin.

Konferensi pers juga dihadiri oleh Menteri ESDM Sudirman Said, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, perwakilan Koalisi Anti Mafia Pertambangan Pius Ginting dan Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan.

Mereka menghadiri pertemuan rutin koordinasi supervisi Pengelolaan Mineral dan Batu Bara yang sudah berlangsung sejak 2011 dan "Kick Off Meeting" koordinasi supervisi energi 2016.

"Mungkin nanti ada yang dicabut IUP dan kalau ada indikasi korupsi maka KPK akan proses. Waktu yang singkat sampai 12 Mei 2016 adalah peringatan bagi teman-teman di lapangan untuk 3.966 IUP bermasalah agar mereka menyelesaikan apa hal yang harus diselesaikan," tambah Agus.

Pertemuan koordinasi supervisi itu juga dihadiri oleh 21 gubernur dari 32 provinsi yang hadir, kecuali DKI Jakarta dan Bali yang tidak punya kekayaan minerba.

"Hari ini seluruh gubernur diundang tapi ada gubernur yang baru serah terima jabatan seperti di Kalimantan Utara, jadi ada sekitar 20 gubernur," kata Agus.

"Di sini KPK sebagai pendukung, tapi yang utama adalah kementerian ESDM dan teman-teman di daerah dan dengan pendampingan KPK mudah-mudahan akan lebih tepat," jelas Agus.

Sedangkan Menteri ESDM SUdirman Said menjelaskan sudah ada Peraturan Menteri ESDM No 32 tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri ESDM No 32 tahun 2013 tentang Tata Cara Pemberian Izin Khusus di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara memberikan kewenangan bagi gubernur untuk melakukan penertiban.

"Peraturan 32/2015 menjadi landasan gubernur melakukan penertiban-penertiban yang seharusnya memang dilaksanakan. Target Mei 2016 itu 3.966 bisa diselesaikan," jelas Sudirman.

Pasal 8 ayat 4 huruf (b) menyebutkan IUP dikeluarkan oleh Gubernur apabila mineral dan/atau batubara yang tergali dalam satu daerah provinsi dan wilayah laut sampai dengan 12 mil, menggantikan kewenangan yang tadinya dimiliki oleh bupati/walikota dalam peraturan sebelumnya.

Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2016

http://www.antarasultra.com/berita/282065/kpk-usut-3966-izin-tambang-bermasalah

http://www.antaranews.com/berita/545170/kpk-usut-3966-izin-tambang-bermasalah

http://hariansinggalang.co.id/kpk-usut-3-966-izin-tambang-bermasalah/

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/16/02/15/o2ky5d335-kpk-usut-3966-izin-tambang-bermasalah

Jumat, 12 Februari 2016

Kampanye Sampah Plastik


Lindungi laut kita dari sampah plastik. Indonesia adalah penghasil limbah plastik kedua terbesar di dunia. Setiap tetes sendok air laut kini mengandung butiran halus sampah plastik.
Wawancara di KRI Makassar oleh RMOL TV.
*tour kampanye WALHI
Pantai Lembar, NTB
Dikirim oleh Bung Pius Ginting pada 11 Februari 2016

Senin, 01 Februari 2016

INI MEDAN BUNG: PREMANISME, KORUPSI, KESENJANGAN, DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN?

PIUS GINTING/WALHI
PERSOALAN preman kembali mencuat di Sumatera Utara. Bentrokan antara IPK dan PP pada 30 Januari 2016 memakan korban jiwa dan menimbulkan keresahan masyarakat. Preman ini adalah sekumpulan orang yang tidak terserap ke dalam lapangan kerja formal. Mereka disebut lumpen proletariat. Dan dalam konteks Sumatera Utara, premanisme memiliki sejarah panjang terkait dengan politik, sosial, ekonomi. Kelompok preman digunakan menghilangkan gerakan rakyat secara sadis pada tahun 1965-1966, seperti kita lihat dalam film The Act of Killing (Jagal) dan The Look of Silence (Senyap) karya Joshua Oppenheimer, keduanya dinominasikan mendapatkan Oscar. Banyak para korban adalah penduduk desa yang disingkirkan sebelum investasi perkebunan meluas di Sumatera Utara.

Organisasi preman ini terus dipakai pemerintah dan perusahaan menghadapi upaya perlawanan rakyat. Seperti kehadiran PP disekitar lokasi tambang G Resources, Batangtoru, merespon perlawanan kuat rakyat atas pembuangan limbah tambang ke sungai (2012-2013).

Hidup sebagai preman tampaknya akan terus terjadi bagi sebagian kelompok masyarakat Sumatera Utara dengan meningkatnya jumlah pengangguran. Antara tahun 2012-2013, pengangguran meningkat 32 ribu orang (menjadi 412 ribu orang). Antara tahun 2014 dan 2015, pengangguran bertambah lagi 30 ribu orang, sehingga menjadi 421 ribu orang.

Berlawanan dengan anggapan banyak pembuat kebijakan, kenyataannya peningkatan pengangguran Sumatera Utara berbarengan dengan peningkatan investasi. Pada tahun 2015, Pemerintah Sumatera Utara menargetkan realisasi penanaman modal di Sumatera Utara (Sumut) mencapai Rp11 triliun. Naik sekitar 10 persen dibanding target 2014.

Kepala Badan Penanaman Modal dan Promosi (BPMP) Sumut, Purnama Dewi menyatakan, dalam beberapa tahun belakangan, realisasi investasi di Sumut selalu melampaui target.

Sektor terbesar investasi bagi perusahaan asing di Sumatera Utara adalah kimia dan farmasi, lalu pertambangan serta tanaman pangan dan perkebunan (BPMP). Untuk modal dalam negeri adalah tanaman pangan dan perkebunan serta industri logam dasar.

Saya menyorot dua sektor, yakni pertambangan dan perkebunan, yang selama ini korbannya banyak diadvokasi oleh organisasi lingkungan hidup, seperti WALHI. Kedua sektor ini memiliki jejak kerusakan lingkungan yang luas. Berupa pembukaan kawasan hutan negara dan ruang hidup rakyat. Sering jenis investasi ini menimbulkan konflik dengan warga. Seperti dialami oleh Sanmas Sitorus, diadili di PN Balige karena membela masyarakat adat mendapatkan hak ulayat dari PT. Toba Pulp Lestari.

Dengan begitu, investasi di Sumatera Utara menimbulkan konflik dan tak sanggup menyediakan lapangan pekerjaan. Sehingga timbul premanisme. Parahnya lagi, di tengah situasi ini, korupsi melanda lembaga pemerintahan Sumatera Utara (eksekutif, yudikatif, legislatif).

Agar premanisme, korupsi dan kerusakan sumber daya alam tidak kian parah, maka Sumatera Utara perlu model pembangunan lain. Harus berubah dari yang sudah dibangun selama ini sejak masa pemerintahan Orde Baru, yang dikawal dengan jalan premanisme.

Jalan keluar tersebut di antaranya dengan pemerataan kesejahteraan. Sumatera Utara memiliki tingkat kesenjangan kesejahteraan di atas rata-rata nasional. Hal ini dapat diatasi di antaranya dengan pengakuan wilayah kelola rakyat di dalam kawasan hutan, peningkatan upah buruh, dan peningkatan pajak rumah mewah. Gedung rumah mewah di tengah kemiskinan yang meluas menciptakan ketidakharmonisan sosial. Dalam perjalanan ke Medan awal Januari ini, saya melihat gedung mewah para anggota DPRD di daerah Padang Bulan yang hampir jadi namun terhenti karena tersangkut korupsi.

Korupsi dapat diatasi dengan meningkatnya tingkat partisipasi rakyat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Pengawasan tersebut tidak dapat diserahkan kepada ormas dan segelintir LSM. Karena lembaga-lembaga ini justru mendapatkan aliran dana "bansos" yang kini kenyataannya jadi bagian dana yang dikorupsi di Sumatera Utara. Pengawasan dan partisipasi harus melibatkan rakyat yang terdampak langsung oleh proyek pembangunan.

Rakyat Sumatera Utara memerlukan Ini Medan Bung memiliki makna transformatif: pemerataan kesejahteraan, pemerintah yang dikawal secara demokrasi partisipatif rakyat luas, dan pembangunan yang tak merusak lingkungan.

Syarat tranformasi ini adalah sinergi yang intens, dan saling memperkuat antara organisasi masyarakat sipil. Bila di sisi lain, seburuk-buruknya premanisme, dia tetap dipertahankan oleh sistem ekonomi politik saat ini, maka sebaik-baiknya perjuangan organisasi masyarakat sipil di Medan dan Sumatera Utara secara luas, bila organisasi masyarakat sipil tersebut bisa saling memperkuat kekuatan alternatif dari masyarakat sipil. Adalah tantangan yang dapat berkontribusi positif bila keberadaan beberapa tokoh organisasi masyarakat sipil yang kini berada di dalam pemerintahan (ada yang menjadi Bupati, menjadi anggota DPRD) dapat saling memperkuat organisasi dengan masyarakat sipil untuk melakukan tranformasi tersebut tanpa terjebak kepada patronase sempit dan hilangnya daya kritis dari organisasi masyarakat sipil.

Mari kita upayakan terus penguatan gerakan masyarakat sipil Sumatera Utara yang pro-kemanusiaan, ekologi, dan pemerataan kesejahteraan rakyat mengatasi 4 persoalan besar ini.


*Penulis adalah Kandidat Direktur Eksekutif Nasional WALHI 2016-2020

http://politik.rmol.co/read/2016/02/01/234197/Ini-Medan-Bung:-Premanisme,-Korupsi,-Kesenjangan-dan-Kerusakan-Lingkungan-