KPK agar Sentuh Kontrak Karya dan PKP2B
JAKARTA, KOMPAS - Dua tahun berjalan, pelaksanaan rencana aksi pemerintah daerah dalam Koordinasi dan Supervisi Mineral dan Batubara belum menunjukkan perbaikan tata kelola pertambangan yang signifikan. Pengawasan aktivitas tambang di daerah masih lemah.
Temuan itu dari kajian dan Indeks Koalisi Anti-Mafia Tambang atas pelaksanaan Koordinasi dan Supervisi Mineral dan Batubara Komisi Pemberantasan Korupsi (Korsup Minerba KPK). Koalisi terdiri dari Walhi, Auriga, Jatam, YLBHI, SAINS, dan organisasi kemasyarakatan di daerah.
Tahap pertama, Korsup Minerba diikuti 12 pemprov yang daerahnya menerbitkan 69 persen daeri 10918 izin usaha pertambangan (IUP), yaitu Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Maluku Utara. Koalisi mengkaji sisi perizinan, keuangan, pengawasan produksi, pengolahan, dan penjualan.
Pius Ginting dari Eksekutif Nasional Walhi, Rabu (17/2), di Jakarta, mengatakan, penataan perizinan non clean and clear (CnC) Pemprov Kalsel terburuk. Dari 441 IUP non-CnC tidak ada yang diselesaikan atau dikenai sanksi.
CnC berarti kegiatan pertambangan tak tumpang tindih dengan izin dan punya dokumen lingkungan. Nilai CnC terbaik diperoleh Jambi yang menertibkan 49 persen IUP non-CnC. Dari 398 IUP di Jambi pada 2014, sebanyak 198 IUP non-CnC kini jadi 100 IUP non-CnC.
Tahap pertama, Korsup Minerba diikuti 12 pemprov yang daerahnya menerbitkan 69 persen daeri 10918 izin usaha pertambangan (IUP), yaitu Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Maluku Utara. Koalisi mengkaji sisi perizinan, keuangan, pengawasan produksi, pengolahan, dan penjualan.
Pius Ginting dari Eksekutif Nasional Walhi, Rabu (17/2), di Jakarta, mengatakan, penataan perizinan non clean and clear (CnC) Pemprov Kalsel terburuk. Dari 441 IUP non-CnC tidak ada yang diselesaikan atau dikenai sanksi.
CnC berarti kegiatan pertambangan tak tumpang tindih dengan izin dan punya dokumen lingkungan. Nilai CnC terbaik diperoleh Jambi yang menertibkan 49 persen IUP non-CnC. Dari 398 IUP di Jambi pada 2014, sebanyak 198 IUP non-CnC kini jadi 100 IUP non-CnC.
"Pemerintah agar mengeluarkan daftar hitam pelaku usaha pertambangan, seperti nama pemilik, grup, dan pengurus perusahaan."Timer Manurung
Total setelah Korsup Minerba dijalankan, 721 IUP dicabut atau tidak diperpanjang di 12 provinsi itu. Lebih dari setengahnya izin tambang batubara. Izin yang dicabut sekitar 2 juta hektar.
"Cukup waktu buat IUP non-CnC. Cabut semua IUP non-CnC dan pastikan kewajiban keuangan dipenuhi setelah dicabut," kata Timer Manurung, pendiri Yayasan Auriga, LSM yang bergerak di isu pelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Terkait itu, Kementerian ESDM akan menuntaskan 3966 izin usaha pertambangan yang masih bermasalah (non-CnC) pada Mei 2016 (Kompas, 16/2).
Timer menekankan agar pemerintah mengeluarkan daftar hitam pelaku usaha pertambangan, seperti nama pemilik, grup, dan pengurus perusahaan. Tujuannya agar hanya pertambangan yang baik dan bertanggung jawab yang beroperasi.
Dari sisi tumpang tindih dengan kawasan hutan, khususnya kawasan konservasi, Pius menyebutkan, Sulawesi Tengah terbaik dengan pengurangan luas IUP di kawasan konservasi mencapai 98,1 persen atau tersisa 5000 hektar. Sementara kinerja terburuk atau 0 persen di Kepri, Sumsel, Kalbar, Kaltim, dan Sultra. Tumpang tindih terluas di kawasan konservasi ada di Kaltim seluas 97.000 ha.
Di sisi lain, ditemukan peningkatan tumpang tindih IUP dengan kawasan hutan setelah implementasi Korsup Minerba. Peningkatan lahan tumpang tindih dalam kawasan hutan konservasi terjadi di Riau (dari 0 jadi 133,60 ha), Sumatera Selatan (dari 932,64 jadi 6.292,67 ha), dan Sulawesi Tenggara (dari 2.224,39 jadi 2.227,67 ha).
Dari sisi keuangan iuran produksi (royalti), piutang royalti terendah (2014) adalah Kalsel (Rp 231 juta), Kepri (Rp 4,6 miliar), dan Babel (Rp 11,1 miliar). Piutang tertinggi di Kaltim (Rp 82,6 miliar).
Koalisi mendesak produksi pertambangan dihentikan sebelum piutang dibayar. "Pemerintah perlu memverifikasi data produksi untuk menguji kebenaran kewajiban keuangan," ujarnya.
Sayangnya, kajian koalisi menunjukkan produksi hasil tambang pemilik IUP minim verifikasi pemda. Kinerja terbaik di Kalteng (35,71 persen) serta terburuk Jambi (0 persen) dan Sulsel (2,5 persen).
Menurut Timer, momen penurunan harga komoditas tambang harus bisa dimanfaatkan bagi pembenahan tata kelola dan keuangan pertambangan. "Kekuatan (finansial) mereka baru lemah," katanyaseraya menunjukkan kasus korupsi pertambangan yang terkait kekuasaan politik, birokrasi, dan aparat.
Ia berharap KPK dan penegak hukum lain mengedepankan kasus-kasus sumber daya alam, termasuk kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) yang dipastikan akan mengembalikan kerugian negara. Selain itu, mengurangi berbagai ancaman bencana akibat aktivitas tambang merusak. (ICH/ISW)
http://print.kompas.com/baca/2016/02/18/Pemda-Bandel-soal-Tambang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kesan dan pesan